Bahtsul Masail Ke-2
PCNU Kota Surabaya Periode 2015-2020 M
Di Masjid Sabil al-Mutathahhirin Barata Jaya Surabaya, Ahad 25 September 2016
MUSAHIH
KH. Mas Sulaiman
KH. Mas Mahfudz
KH. Ahmad Asyhar Shofwan M.Pd.I.
KH. Farohi Haroen
KH. M. Ali Maghfur Syadzili Iskandar. S.Pd.I
PERUMUS
K. Makruf Khozin
KH. Sholihin Hasan, M.H.I.
K. Luqmanul Hakim, S.Pd.I
K. Mas Gholib Basyaiban
MODERATOR
Ahmad Muntaha AM
NOTULEN
KH. Muhammad Muhgits
K. Nur Hadi, S.H.I.
DUKUNGAN KEPADA PEMIMPIN NON MUSLIM (PCNU )
Deskripsi Masalah
Sistem demokrasi dan pemilihan langsung
yang berlaku di Indonesia memungkinkan semua orang berkompetisi menjadi
kandidat pimpinan baik di tingkat pusat maupun daerah, sehingga
terurailah monopoli etnik, ras maupun agama untuk menduduki tampuk
kepempimpinan.
Namun demikian, secara riil hal ini memunculkan
problem tersendiri dan menjadi perbincangan hangat ketika ci suatu
daerah yang mayoritas masyarakatnya menganut agama atau merupakan
suku/ras tertentu, sementara bakal calon pemimpin yang ada dan
berkemungkinan memenangkan suksesi justru dari penganut agama atau
suku/ras lainnya. Semisal daerah mayoritas muslim, justru yang kuat
ternyata dari non muslim. Selain itu, adapula seorang muslim yang munkin
saja secara politik lebih dekat dengan non muslim sehingga menjadi tim
suksesnya.
Pertanyaan
- Apakah seorang muslim boleh memilih kandidat pemimpin non muslim,
baik di tingkat daerah seperti Bupati/Walikota/Wakil, maupun di tingkat
yang lebih tinggi seperti Gubernur/Wakil Gubernur dan Presiden/Wakil
Presiden?
- Apakah hukum memilih calon wakil rakyat (DPRD/DPR, DPD) sama hukumnya dengan memilih kandidat pemimpin non muslim?
- Apakah seorang muslim dibenarkan menjadi tim sukses calon
pemimpin/wakil rakyat non muslim (eksekutif dan legislatif), karena
kedekatan politik dan pertimbangan politik lain yang terkadang tidak
dipahami oleh masyarakat pada umumnya?
Mukadimah
Pembahasan permasalahan ini tidak dimaksudkan
untuk menebarkan isu SARA (Suku, Agama, Ras dan Antargolongan) dan
merusak hubungan lahiriah (muamalah zhahirah) yang telah terjalin secara
baik antara muslim dan non muslim di Indonesia. Namun benar-benar
dimaksudkan sebagai petunjuk (irsyad) bagi kaum muslimin dalam
berpartisipasi membangun negeri sesuai ajaran agama yang diyakininya.
Pembahasan serupa pernah diselenggarakan dalam Muktamar NU Ke-30 di PP
Lirboyo Kota Kediri Jawa Timur, 21-27 November 1999. Namun keputusan
tersebut tidak secara terang-terangan mencantumkan, bahwa non muslim
yang menangani urusan kaum muslimin dalam kondisi darurat wajib harus
dicegah agar tidak sampai menguasai dan mendominasi (istila) satu orang
pun dari kaum muslimin. Sebab itu, keputusan dalam pembahasan ini secara
prinsip tidak bertentangan dengan keputusan Muktamar NU tersebut.
Jawaban 1
Hukum memilih pemimpin non muslim seperti Bupati/Walikota
dan Wakil Bupati/Wakil Walikota, Gubernur/Wakil Gubernur dan
Presiden/Wakil Presiden adalah
HARAM. Sebab, memilihnya berarti
mengangkatnya sebagai pemimpin dan menjadikan kaum muslimin di bawah
kekuasaan, dominasi dan superioritasnya. Hal ini juga selaras dengan
firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا
تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ
بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللهَ لَا
يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ. (المائدة: /51)
“Wahai orang-orang yang beriman, jangan kalian jadikan kaum Yahudi dan
Nasrani sebagai penolong/penguasa. Sebagian mereka menjadi penolong
sebagian yang lain. Orang dari kalian yang menolong mereka, maka ia
termasuk bagian darinya. Sungguh Allah tidak memberi petunjuk kepada
kaum yang zalim.” (QS. al-Maidah: 51)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا
تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا مِنَ
الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ.
وَاتَّقُوا اللهَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (المائدة: 57)
“Wahai orang-orang yang beriman, jangan kalian jadikan orang-orang yang
menjadikan agama kalian sebagai gurauan dan permainan dari golongan ahli
kitab dari sebelum kalian dan orang-orang kafir sebagai
penolong/penguasa. Bertakwalah kalian kepada Allah jikan kalian adalah
orang-orang yang beriman. (QS. al-Maidah: 51)
Beberapa Pertimbangan:
Dalam kebanyakan kasus yang dikaji
kitab-kitab fikih, hukum menguasakan non muslim untuk menangani urusan
kaum muslimin adalah haram. Seperti keharaman meminta tolong non muslim
untuk memerangi pemberontak, menjadikannya sebagai eksekutor hukuman
mati dan semisalnya, mengangkatnya sebagai pegawai bait al-mal dan
penarik kharraj (semacam pajak), menjadikannya sebagai wazir at-tanfidz
(semacam tim pelaksana dalam kementerian di sistem ketatanegaraan Islam
klasik), serta mengurus urusan kaum muslimin secara umum.
Meskipun ada pendapat ulama (Syaikh Ali Syibramalisi) yang mengecualikan
keharaman dalam bidang-bidang tertentu yang dari sisi kemaslahatan
penangannya harus diserahkan kepada non muslim―baik karena tidak adanya
muslim yang mampu menanganinya atau karena tampaknya pengkhianatan
darinya―, namun pendapat tersebut tidak bisa digunakan untuk
melegitimasi kebolehan memilih pemimpin non muslim. Sebab kekuasaan,
dominasi, dan superioritasnyabaik dalam ucapan maupun perbuatanterhadap
rakyat yang muslim sangat besar dan tidak terhindarkan. Selain itu,
kewajiban adanya kontrol yang efektif pun tidak mungkin terpenuhi, yaitu
mengawasi dan mencegahnya agar tidak menguasai dan mendominasi satu
orang pun dari kaum muslimin.
Meskipun dalam beberapa kasus yang disebutkan pada poin 1) terdapat
khilaf, seperti menjadikan non muslim sebagai wazir at-tanfidz dan
menjadikannya sebagai petugas penarik pajak, namun pendapatyang
lemahyang membolehkannya ini tidak bisa dijadikan dasar untuk
membolehkan memilih pemimpin non muslim. Sebab unsur kekuasaan, dominasi
dan superioritas non muslim atas kaum muslimin dalam kasus-kasus
tersebut sangat kecil atau bahkan tidak ada. Tidak sebagimana dalam
kasus pemimpin non muslim menjadi Bupati/Walikota dan Wakil
Bupati/Walikota, Gubernur/Wakil Gubernur, dan Presiden/Wakil Presiden,
yang meskipun secara legal formal sistem tata negara modern merupakan
lembaga eksekutif atau pelaksana saja, namun pada kenyataannya unsur
kekuasaan, dominasi dan superioritasnya terhadap rakyat muslim sangat
besar. Selain itu, kewenangannya dalam mengambil berbagai kebijakan juga
sangat besar, berbeda dengan wazir at-tanfidz maupun petugas penarik
pajak yang hanya murni sebagai pelaksana saja.
Sistem trias
politica yang membagi kekuasaan dalam lembaga eksekutif, legislatif dan
yudikatif, yang diterapkan di Indonesia tidak dapat menafikan unsur
dominasi dan superioritas masing-masing lembaga terhadap rakyat. Karena
itu, asumsi bahwa rumusan hukum fikih mazhab sama sekali tidak bisa
diterapkan dalam konteks perpolitikan sekarang tidak bisa
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Asumsi memilih pemimpin non muslim sebagai strategi politik untuk
mencapai kepentingan yang lebih besar bagi kaum muslimin juga tidak
dapat dibenarkan. Sebab hal ini secara nyata justru membahayakan kaum
muslimin.
Pendapat ulama yang terkesan lebih mengutamakan kekuasaan sekuler (baca:
kafir) yang adil daripada kekuasaan Islam yang zalim dan jargon:
Pemimpin kafir yang adil lebih baik daripada pemimpin muslim yang zalim,
harus dipahami dalam konteks menyampaikan urgensitas keadilan bagi
suatu pemerintahan, sebagaimana pendapat ulama Ahlussunnah wal Jamaah,
bukan dalam konteks melegitimasi kebolehan memilih pemimpin non muslim.
Asumsi bahwa penafsiran kata auliya dengan makna pemimpin/penguasadalam
beberapa ayat yang menyinggung hubungan muslim dan non muslim, semisal
QS. al-Maidah: 51 dan 57—adalah penafsiran yang salah, sehingga
digunakan untuk melegitimasi bolehnya memilih pemimpin non muslim, tidak
sepenuhnya benar. Sebab ayat-ayat tersebut oleh sebagian ulama juga
digunakan sebagai landasan ketidakbolehan menguasakan urusan
ketatanegaraan kaum muslimin kepada non muslim, seperti Khalifah
Sayyidina Umar bin al-Khattab ra dan Khalifah Umar bin Abdul Aziz ra
sebagaimana dikutip dalam berbagai kitab fikih siyasah. Seperti dalam
Husn as-Suluk al-Hafizh Daulah al-Muluk (h. 161) karya Muhammad bin
Muhammad al-Mushili as-Syafii, Maalim al-Qurbah fi Thalab al-Hisbah (h.
44) karya Ibn al-Ukhuwwah al-Qurasyi as-Syafi’i, dan Siraj al-Muluk (h.
111) karya Muhamad bin al-Walid at-Tharthusyi al-Maliki.
Referensi
تحرير الأحكام في تدبير أهل الإسلام لابن جماعة الشافعي(ص 146-147)
ولا يجوز تولية الذمي في شيء من ولايات المسلمين إلا في جباية الجزية من
أهل الذمة أو جباية ما يؤخذ من تجارات المشركين . فأما ما يجبى من المسلمين
من خراج أو عشر أو غير ذلك فلا يجوز تولية الذمي فيه، ولا تولية شيء من
أمور المسلمين. قال تعالى : ولن يجعل الله للكافرين على المؤمنين سبيلا.
ومن ولى ذميًا على مسلم فقد جعل له سبيلًا عليه. وقال تعالى: ولا تتخذوا
اليهود والنصارى أولياء بعضهم أولياء بعضٍ ومن يتولهّم منكم فإنّه منهم،
ولأن تولية الكافر على المسلم تتضمن إعلاءه عليه وإعزازه بالولاية، وذلك
مخالف للشريعة وقواعدها.
(1) ابن جماعة (639 - 733 م = 1241 - 1333 م)
محمد بن إبراهيم بن سعد الله بن جماعة الكناني الحموي الشافعي، بدر الدين،
أبو عبد الله: قاض، من العلماء بالحديث وسائر علوم الدين.
معالم القربة في طلب الحسبة لابن الأخوة القرشي الشافعي(1) (ص 43)
وَلَمَّا وُلِّيَ أَبُو مُوسَى الْأَشْعَرِيُّ الْبَصْرَةَ وَقَدِمَ عَلَى
عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ ( فَوَجَدَهُ فِي الْمَسْجِدِ فَاسْتَأْذَنَ
عَلَيْهِ فَأَذِنَ لَهُ، وَاسْتَأْذَنَ لِكَاتِبِهِ، وَكَانَ
نَصْرَانِيًّا. فَلَمَّا دَخَلَ عَلَى عُمَرَ وَرَآهُ، فَقَالَ: قَاتَلَكَ
اللهُ يَا أَبَا مُوسَى، وَلَّيْتَ نَصْرَانِيًّا عَلَى الْمَالِ. وَكَتَبَ
عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ إلَى بَعْضِ عُمَّالِهِ وَقَدْ اتَّصَلَ
بِهِ أَنَّهُ اتَّخَذَ كَاتِبًا يُقَالُ لَهُ حَسَّانُ. بَلَغَنِي أَنَّكَ
اسْتَعْمَلَتْ حَسَّانَ وَهُوَ عَلَى غَيْرِ دِينِ الْإِسْلَامِ، وَاللهُ
تَعَالَى يَقُولُ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا
عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ. وَقَالَ تَعَالَى: لَا تَتَّخِذُوا
الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا، وَلَعِبًا مِنْ الَّذِينَ أُوتُوا
الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ، وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ، وَاتَّقُوا اللهَ
إنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ. وَإِذَا أَتَاك كِتَابِي هَذَا فَادْعُ
حَسَّانَ إلَى الْإِسْلَامِ فَإِنْ أَسْلَمَ فَهُوَ مِنَّا، وَنَحْنُ
مِنْهُ، وَإِنْ أَبَى فَلَا تَسْتَعِنْ بِهِ. فَلَمَّا جَاءَهُ الْكِتَابُ
قَرَأَهُ عَلَى حَسَّانَ فَأَسْلَمَ وَعَلَّمَهُ الطَّهَارَةَ
وَالصَّلَاةَ. وَهَذَا أَصْلٌ يُعْتَمَدُ عَلَيْهِ فِي تَرْكِ
الِاسْتِعَانَةِ بِالْكَافِرِ فَكَيْفَ اسْتِعْمَالُهُمْ عَلَى رِقَابِ
الْمُسْلِمِينَ.
(1) ابن الاخوة (648 - 729 ه = 1250 - 1329 م) محمد بن محمد بن أحمد بن أبي زيد بن الاخوة، القرشي، ضياء الدين: محدث.
سراج الملوك للطرطوشي المالكي (ص 111)
ولما استقدم عمر بن الخطاب رضي الله عنه أبا موسى الأشعري من البصرة وكان
عاملاً عليها للحساب، دخل على عمر وهو في المسجد فاستأذن لكاتبه وكان
نصرانياً فقال له عمر رضي الله عنه: قاتلك الله! وضرب بيده على فخذه، وليت
ذمياً على المسلمين أما سمعت الله تعالى يقول: " يا أيها الذين آمنوا لا
تتخذوا اليهود والنصارى أولياء بعضهم أولياء بعض ومن يتولهم منكم فإنه
منهم؟ " المائدة: 51 ألا اتخذت حنيفاً؟ قال: يا أمير المؤمنين لي كتابته
وله دينه. فقال: لا أكرمهم إذ أهانهم الله ولا أعزهم إذ أذلهم الله ولا
أدنيهم إذ أقصاهم الله. ... وقال عمر بن أسد: أتانا كتاب عمر بن عبد العزيز
( إلى محمد بن المنتشر: أما بعد فإنه بلغني أن في عملك رجلاً يقال له حسان
بن بردا على غير دين الإسلام، والله تعالى يقول: " يا أيها الذين آمنوا لا
تتخذوا الذين اتخذوا دينكم هزواً ولعباً من الذين أوتوا الكتاب من قبلكم
والكفار أولياء واتقوا الله إن كنتم مؤمنين " المائدة: 57 فإذا أتاك كتابي
هذا فادع حسان إلى الإسلام فإن أسلم فهو منا ونحن منه وإن أبى فلا تستعن به
ولا تأخذ من غير أهل الإسلام على شيء من أعمال المسلمين، فقرأ الكتاب عليه
فأسلم.
تحفة المحتاج و حواشي الشرواني (ج 9 / ص 72-73)
(وَلَا يُسْتَعَانُ عَلَيْهِمْ بِكَافِرٍ) ذِمِّيٍّ أَوْ غَيْرِهِ إلَّا إِنْ اضْطُرِرْنَا لِذَلِكَ.
(قَوْلُ الْمَتْنِ وَلَا يُسْتَعَانُ إلَخْ) أَيْ يَحْرُمُ ذَلِكَ ا هـ سم
عِبَارَةُ الْمُغْنِي وَالنِّهَايَةِ تَنْبِيهٌ ظَاهِرُ كَلَامِهِمْ أَنَّ
ذَلِكَ لَا يَجُوزُ وَلَوْ دَعَتْ الضَّرُورَةُ إلَيْهِ لَكِنَّهُ فِي
التَّتِمَّةِ صَرَّحَ بِجَوَازِ الِاسْتِعَانَةِ بِهِ أَيْ الْكَافِرِ
عِنْدَ الضَّرُورَةِ وَقَالَ الْأَذْرَعِيُّ وَغَيْرُهُ إنَّهُ
الْمُتَّجِهُ ا هـ . (قَوْلُ الْمَتْنِ: بِكَافِرٍ) أَيْ لِأَنَّهُ
يَحْرُمُ تَسْلِيطُهُ عَلَى الْمُسْلِمِ نِهَايَةٌ وَمَنْهَجٌ. زَادَ
الْمُغْنِي: وَلِذَا لَا يَجُوزُ لِمُسْتَحِقِّ الْقِصَاصِ مِنْ مُسْلِمٍ
أَنْ يُوَكِّلَ كَافِرًا فِي اسْتِيفَائِهِ وَلَا لِلْإِمَامِ أَنْ
يَتَّخِذَ جَلَّادًا كَافِرًا لِإِقَامَةِ الْحُدُودِ عَلَى الْمُسْلِمِينَ
اهـ . وَقَالَ ع ش بَعْدَ نَقْلِ مَا ذُكِرَ عَنْ الزِّيَادِيِّ: أَقُولُ
وَكَذَا يَحْرُمُ نَصْبُهُ فِي شَيْءٍ مِنْ أُمُورِ الْمُسْلِمِينَ.
نَعَمْ، إِنْ اقْتَضَتِ الْمَصْلَحَةُ تَوْلِيَتَهُ فِي شَيْءٍ لَا يَقُومُ
بِهِ غَيْرُهُ مِنَ الْمُسْلِمِينَ أَوْ ظَهَرَ فِيمَنْ يَقُومُ بِهِ مِنَ
الْمُسْلِمِينَ خِيَانَةٌ وَأُمِنَتْ فِي ذِمِّيٍّ وَلَوْ لِخَوْفِهِ مِنِ
الْحَاكِمِ مَثَلًا، فَلَا يَبْعُدُ جَوَازُ تَوْلِيَتِهِ فِيهِ
لِضَرُورَةِ الْقِيَامِ بِمَصْلَحَةِ مَا وُلِّيَ فِيهِ. وَمَعَ ذَلِكَ
يَجِبُ عَلَى مَنْ يُنَصِّبُهُ مُرَاقَبَتُهُ وَمَنْعُهُ مِنَ التَّعَرُّضِ
لِأَحَدٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ بِمَا فِيهِ اسْتِعْلَاءٌ عَلَى
الْمُسْلِمِينَ اهـ .
رد المحتار - (ج 4/ ص 211)
وَلَا يَخْفَى
أَنَّ اسْتِعْلَاءَهُ فِي الْبِنَاءِ عَلَى جِيرَانِهِ الْمُسْلِمِينَ
خِلَافُ الصَّغَارِ ... وَلَا يَخْفَى أَنَّ لَفْظَ اسْتَعْلَى يَشْمَلُ
مَا بِالْقَوْلِ وَمَا بِالْفِعْلِ.
الأحكام السلطانية (ج 1 / ص 43)
(فَصْلٌ) وَأَمَّا وَزَارَةُ التَّنْفِيذِ فَحُكْمُهَا أَضْعَفُ
وَشُرُوطُهَا أَقَلُّ، لِأَنَّ النَّظَرَ فِيهَا مَقْصُورٌ عَلَى رَأْيِ
الْإِمَامِ وَتَدْبِيرِهِ. وَهَذَا الْوَزِيرُ وَسَطٌ بَيْنَهُ وَبَيْنَ
الرَّعَايَا وَالْوُلَاةِ يُؤَدِّي عَنْهُ مَا أَمَرَ وَيَنْفُذُ عَنْهُ
مَا ذَكَرَ وَيُمْضِي مَا حَكَمَ وَيُخْبِرُ بِتَقْلِيدِ الْوُلَاةِ
وَتَجْهِيزِ الْجُيُوشِ وَيَعْرِضُ عَلَيْهِ مَا وَرَدَ مِنْ مُهِمٍّ
وَتَجَدَّدَ مِنْ حَدَثٍ مُلِمٍّ، لِيَعْمَلَ فِيهِ مَا يُؤْمَرُ بِهِ.
فَهُوَ مُعِينٌ فِي تَنْفِيذِ الْأُمُورِ وَلَيْسَ بِوَالٍ عَلَيْهَا وَلَا
مُتَقَلِّدًا لَهَا. وَلَا يَجُوزُ أَنْ تَقُومَ بِذَلِكَ امْرَأَةٌ
وَإِنْ كَانَ خَبَرُهَا مَقْبُولًا لِمَا تَضَمَّنَهُ مَعْنَى
الْوِلَايَاتِ الْمَصْرُوفَةِ عَنْ النِّسَاءِ لِقَوْلِ النَّبِيِّ(: مَا
أَفْلَحَ قَوْمٌ أَسْنَدُوا أَمْرَهُمْ إلَى امْرَأَةٍ. وَلِأَنَّ فِيهَا
مِنْ طَلَبِ الرَّأْيِ وَثَبَاتِ الْعَزْمِ مَا تَضْعُفُ عَنْهُ
النِّسَاءُ، وَمِنَ الظُّهُورِ فِي مُبَاشَرَةِ الْأُمُورِ مَا هُوَ
عَلَيْهِنَّ مَحْظُورٌ. وَيَجُوزُ أَنْ يَكُونَ هَذَا الْوَزِيرُ مِنْ
أَهْلِ الذِّمَّةِ وَإِنْ لَمْ يَجُزْ أَنْ يَكُونَ وَزِيرُ التَّفْوِيضِ
مِنْهُمْ.
غياث الأمم (ص 114)
وذكر مصنف الكتاب المترجم بالأحكام
السلطانية إن صاحب هذا المنصب يجوز أن يكون ذميا وهذه عثرة ليس لها مقيل
وهي مشعرة بخلو صاحب الكتاب عن التحصيل فإن الثقة لا بد من رعايتها وليس
الذمي موثوقا به في أفعاله وأقواله وتصاريف أحواله وروايته مردودة وكذلك
شهادته على المسلمين فكيف يقبل قوله فيما يسنده ويعزيه إلى إمام المسلمين.
روضة الطالبين (ج 6 / ص 367)
وأما تولية الذمي فإن كانت جباية من أهل الذمة كالجزية وعشر التجار جازت،
وإن كانت من المسلمين ففي جوازها وجهان. قلت: الأصح المنع. والله أعلم.
مفاتيح الغيب (ج 8 / ص 10-12)
لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ
الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللهِ فِي شَيْءٍ
إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللهُ نَفْسَهُ
وَإِلَى اللهِ الْمَصِيرُ (آل عمران: 28)
وفي الآية مسائل ... المسألة
الرابعة: اعلم أن للتقية أحكامًا كثيرة ونحن نذكر بعضها. الحكم الأول: أن
التقية إنما تكون إذا كان الرجل في قوم كفار ويخاف منهم على نفسه وماله
فيداريهم باللسان. وذلك بأن لا يظهر العداوة باللسان بل يجوز أيضًا أن يظهر
الكلام الموهم للمحبة والموالاة ولكن بشرط أن يضمر خلافه وأن يعرض في كل
ما يقول، فإن التقية تأثيرها في الظاهر لا في أحوال القلوب. الحكم الثاني
للتقية: هو أنه لو أفصح بالإيمان والحق حيث يجوز له التقية كان ذلك أفضل
ودليله ما ذكرناه في قصة مسيلمة. الحكم الثالث للتقية: أنها إنما تجوز فيما
يتعلق بإظهار الموالاة والمعاداة. وقد تجوز أيضًا فيما يتعلق بإظهار
الدين. فأما ما يرجع ضرره إلى الغير كالقتل والزنا وغصب الأموال والشهادة
بالزور وقذف المحصنات واطلاع الكفار على عورات المسلمين، فذلك غير جائز
ألبتة.
حسن السلوك الحافظ دولة الملوك لمحمد بن محمد بن عبد الكريم الموصلي الشافعي (ص 161)
الفصل الثالث عشر عدم تولية اليهود والنصارى على المسلمين. لا يجوز تولية
اليهود والنصارى على المسلمين ولا استكتابهم على بيت مال المسلمين. عمر بن
الخطاب وكاتب أبي موسى الأشعري: وقد أنكر ذلك من السلف عمر بن الخطاب (.
فإن عمر كان قد ولى أبا موسى الأشعري على البصرة فجاء إليه فقال: اكتب لي
الحساب. فانطلق فكتب: أنفقت في كذا كذا ثم جاء به إلى عمر (. فلما رآه
أعجبه. قال: من كتب لك هذا؟ قال: كاتب لي. قال: فادعه حتى يقرأ كتبا جاءتنا
من الشام. فقال: يا أمير المؤمنين لا يدخل المسجد. فقال: لم أجنب هو؟ قال:
لا ولكنه نصراني. قال: فضرب عمر فخذي ضربة كاد يكسرها، ثم قال: أما سمعت
الله تعالى يقول: يا أيها الذين آمنوا لا تتخذوا اليهود والنصارى أولياء
بعضهم أولياء بعض. أفلا اتخذت كاتبا حنيفا يكتب لك؟ قال يا أمير المؤمنين،
مالي وله، له دينه ولي كتابته. فقال عمر ( لا نأمنهم إذ خونهم الله ولا
نكرمهم إذ أهانهم الله ولا ندنيهم إذ أقصاهم الله. ويروى أن خالد بن الوليد
كتب إلى عمر بن الخطاب أن بالشام كاتبا لا يصلح خراج الشام إلا به. فكتب
إليه: لا تستعمله. فراجعه وأخبر أنه لا يستغني عنه. فكتب إليه ينهاه عن
استعماله. فعاوده وذكر أن المال يضيع إذا لم نستعمله، فكتب إليه عمر: مات
النصراني والسلام. يريد بذلك أنه لو مات لكنت تستغني عنه، فقدر موته. ...
وكتب عمر بن عبد العزيز إلى عماله: ألا تولوا على أعمالنا إلا أهل القرآن.
فكتبوا إليه: إنا وجدنا فيهم خيانة. فكتب إليهم: إن لم يكن في أهل القرآن
خير فأجدر ألا يكون في غيرهم خير. الاستعانة بأهل الذمة في القتال. وعن ابن
عباس أن النبي ( استعان بيهود بني قينقاع ورضخ لهم واستعان بصفوان بن أمية
في قتال هوزان يوم حنين أخرجه الحازمي. فإن صح هذا فيكون تألفا لقلب من
علم منه حسن رأي في الإسلام وليس في قتالهم معه ( نوع ولاية ولا استئمان
لهم، بخلاف استكتابهم لا يجوز لما فيه من استئمانهم وقد خونهم الله. موقف
الأئمة منه. قال الشافعي وآخرون: إن كان الكافر حسن الرأي بالمسلمين ودعت
حاجة إلى الإستعانة به استعين به وإلا فيكره، وحمل الحديثين على هذين
الحالتين. وقال مالك وأحمد وداود الظاهري: لا يستعان بهم ولا يعانون على
الإطلاق، واستثنى مالك فقال: إلا أن يكونوا خدما للمسلمين، فيجوز. وقال أبو
حنيفة (: يستعان بهم ويعاونون على الإطلاق. والشافعي إنما يجوز الاستعانة
بهم في الحرب إذا أمنت خيانتهم ويكونون بحيث لو انضمت فرقتا الكفر لقدر
المسلمون على مقاومة الفرقتين. وبهذا يظهر لك تحريم استعمالهم على بيت
المال، لأن خيانتهم فيه لا تؤمن وهي ولاية يشترط فيها الأمانة، والله تعالى
قد شهد عليهم بالخيانة، فكيف يجوز استعمالهم عمالا على بيوت الله تعالى
واستئمانهم عليها؟ وهل ذلك إلا بمثابة من دفع السيف إلى قاتله وأجهز على
نفسه وأعان العدو على هلاكه؟
تفسير البغوي - (ج 2 / ص 238)
قوله
تعالى: إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الأمَانَاتِ إِلَى
أَهْلِهَا. نزلت في عثمان بن طلحة الحجبي من بني عبد الدار، وكان سادِنَ
الكعبة، فلما دخل النبي ( مكة يوم الفتح أغلق عثمانُ باب البيت وصَعَدَ
السطح، فطلب رسول الله ( المفتاحَ. فقي: إنه مع عثمان. فطلبه منه رسول الله
( فأبى، وقال: لو علمتُ أنه رسول الله لم أمنعه المفتاح، فَلَوَى عليُّ (
يَدَهُ، فأخذ منه المفتاحَ وفتح البابَ. فدخل رسول الله ( البيتَ وصلى فيه
ركعتين، فلمّا خرج سأله العباس المفتاح، أن يعطيه ويجمع له بين السِّقاية
والسِّدانة. فأنزل الله تعالى هذه الآية، فأمر رسول الله ( أن يرَّد
المفتاحَ إلى عثمان ويعتذرَ إليه. ففعل ذلك علي (. فقال له عثمان: أكرهت
وآذيت ثم جئت ترفق، فقال علي: لقد أنزل الله تعالى في شأنك قرآنأ وقرأ عليه
الآية. فقال عثمان: أشهد أن لا إله إلا الله وأشهد أن محمدًا رسول الله،
وكان المفتاح معه. فلمّا مات دفعه إلى أخيه شيبة، فالمفتاح والسدانة في
أولادهم إلى يوم القيامة.
قرة العين بفتاوى الشيخ إسماعيل الزين، ص 199
إِنَّ بِلَادَكُمُ اسْتَقَلَّتْ وَالْحَمْدُ لِلهِ وَلَكِنْ لَا يَزَالُ
فِيْهَا الْكَثِيْرُ مِنَ الْكُفَّارِ وَأَكْثَرُ أَهْلِهَا مُسْلِمُوْنَ
وَلَكِنِ الْحُكُوْمَةُ اعْتَبَرَتْ جَمِيْعَ أَهْلِهَا مُسْلِمُهُمْ
وَكَافِرُهُمْ عَلَى السَّوَاءِ وَقُلْتُمْ إِنَّ شُرُوْطَ الذِّمَّةِ
الْمُعْتَبَرَةِ أَكْثَرُهَا مَفْقُوْدَةٌ مِنَ الْكَافِرِيْنَ، فَهَلْ
يُعْتَبَرُ ذِمِّيِّيْنَ أَوْ حَرْبِيِّيْنَ؟ وَهَلْ لَنَا نَتَعَرَّضُ
لِإِيْذَائِهِمْ أَذًى ظَاهِرًا إِلَى أَخِرِ السُّؤَالِ؟ فَاعْلَمْ أَنَّ
الْكُفَّارَ الْمَوْجُوْدِيْنَ فِيْ بِلَادِكُمْ وَفِيْ بِلَادِ غَيْرِكُمْ
مِنْ أَقْطَارِ الْمُسْلِمِيْنَ كاَلْبَاكِسْتَانِ وَالْهِنْدِ وَالشَّامِ
وَالْعِرَاقِ وَالسُّوْ
Jawaban 2
Hukum memilih calon wakil rakyat non muslim (DPRD/DPR—yang memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan—, dan DPD—yang memiliki fungsi legislasi, pertimbangan dan pengawasan—) sama dengan hukum memilih pemimpin non muslim yaitu haram, karena termasuk memberi kuasa non muslim atas kaum muslimin dan pemilih tidak mampu mencegahnya dari mengkhianati kepentingan kaum muslimin.
Referensi
حسن السلوك الحافظ دولة الملوك لمحمد بن محمد بن عبد الكريم الموصلي الشافعي (ص 161)
الفصل الثالث عشر عدم تولية اليهود والنصارى على المسلمين. لا يجوز تولية اليهود والنصارى على المسلمين ولا استكتابهم على بيت مال المسلمين. ... والشافعي إنما يجوز الاستعانة بهم في الحرب إذا أمنت خيانتهم ويكونون بحيث لو انضمت فرقتا الكفر لقدر المسلمون على مقاومة الفرقتين. وبهذا يظهر لك تحريم استعمالهم على بيت المال، لأن خيانتهم فيه لا تؤمن وهي ولاية يشترط فيها الأمانة، والله تعالى قد شهد عليهم بالخيانة، فكيف يجوز استعمالهم عمالا على بيوت الله تعالى واستئمانهم عليها؟ وهل ذلك إلا بمثابة من دفع السيف إلى قاتله وأجهز على نفسه وأعان العدو على هلاكه؟
حواشي الشرواني (ج 9 / ص 72-73)
وَقَالَ ع ش بَعْدَ نَقْلِ مَا ذُكِرَ عَنْ الزِّيَادِيِّ: أَقُولُ وَكَذَا يَحْرُمُ نَصْبُهُ فِي شَيْءٍ مِنْ أُمُورِ الْمُسْلِمِينَ. نَعَمْ، إِنْ اقْتَضَتِ الْمَصْلَحَةُ تَوْلِيَتَهُ فِي شَيْءٍ لَا يَقُومُ بِهِ غَيْرُهُ مِنَ الْمُسْلِمِينَ أَوْ ظَهَرَ فِيمَنْ يَقُومُ بِهِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ خِيَانَةٌ وَأُمِنَتْ فِي ذِمِّيٍّ وَلَوْ لِخَوْفِهِ مِنِ الْحَاكِمِ مَثَلًا، فَلَا يَبْعُدُ جَوَازُ تَوْلِيَتِهِ فِيهِ لِضَرُورَةِ الْقِيَامِ بِمَصْلَحَةِ مَا وُلِّيَ فِيهِ. وَمَعَ ذَلِكَ يَجِبُ عَلَى مَنْ يُنَصِّبُهُ مُرَاقَبَتُهُ وَمَنْعُهُ مِنَ التَّعَرُّضِ لِأَحَدٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ بِمَا فِيهِ اسْتِعْلَاءٌ عَلَى الْمُسْلِمِينَ اهـ .
الفقه الإسلامي وأدلته (ج 8 / ص 342)
الفرق بين الوزارتين: ذكر الماوردي فروقا ثمانية بين الوزارتين، أربعة منها تتعلق بالشروط، والأربعة الأخرى بالصلاحيات. أما الفروق العائدة للشروط والمؤهلات فهي: 1 - الحرية: مطلوبة في وزارة التفويض، وغير مطلوبة في وزارة التنفيذ. 2 - الإسلام: مطلوب في وزارة التفويض، دون التنفيذ. 3 - العلم بالأحكام الشرعية (الاجتهاد): مطلوب في وزارة التفويض لا التنفيذ. 4 - المعرفة بشؤون الحرب والاقتصاد كالخراج: مطلوبة في وزارة التفويض لا التنفيذ.
Jawaban 3
Orang Islam tidak dibenarkan (
haram) menjadi tim sukses calon pemimpin/wakil rakyat non muslim, sebab termasuk menolong kemungkaran dan menjalin hubungan sosial dengan non muslim yang diharamkan.
Referensi
الجامع لأحكام القرآن (ج 6 / ص 46)
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (المائدة: 2)
الثالثة عشرة قوله تعالى: وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى. قال الأخفش: هو مقطوع من أول الكلام، وهو أمر لجميع الخلق بالتعاون على البر والتقوى؛ أي ليعن بعضكم بعضا ، وتحاثوا على ما أمر الله تعالى وأعملوا به، وانتهوا عما نهى الله عنه وامتنعوا منه ... ويجب الإعراض عن المتعدي وترك النصرة له ورده عما هو عليه.
مفاتيح الغيب (ج 8 / ص 10-11)
واعلم أن كون المؤمن مواليًا للكافر يحتمل ثلاثة أوجه. أحدها: أن يكون راضيًا بكفره ويتولاه لأجله، وهذا ممنوع منه ... وثانيها: المعاشرة الجميلة في الدنيا بحسب الظاهر وذلك غير ممنوع منه. والقسم الثالث: وهو كالمتوسط بين القسمين الأولين هو أن موالاة الكفار بمعنى الركون إليهم والمعونة والمظاهرة والنصرة إما بسبب القرابة أو بسبب المحبة مع اعتقاد أن دينه باطل فهذا لا يوجب الكفر إلا أنه منهي عنه، لأن الموالاة بهذا المعنى قد تجره إلى استحسان طريقته والرضا بدينه، وذلك يخرجه عن الإسلام.
Februari 2016