Bag. 1
Oleh Gus Rouf
Akhir-akhir ini kita sering menyaksikan tayangan dan tulisan di media elektronik dan dunia maya/internet oleh sebagian orang --semoga Alloh Ta’ala memberi hidayah bagi mereka-- yang berisi tuduhan bahwa amaliyah-amaliyah yang telah menjadi tradisi mayoritas umat Islam sebagai amaliyah yang keliru, tidak berdasar dan dianggap sebagai bid’ah dholalah. Diantaranya adalah masalah tahlilan dan mengirim atau menghadiahkan pahala bagi orang yang sudah wafat.
Oleh Gus Rouf
Akhir-akhir ini kita sering menyaksikan tayangan dan tulisan di media elektronik dan dunia maya/internet oleh sebagian orang --semoga Alloh Ta’ala memberi hidayah bagi mereka-- yang berisi tuduhan bahwa amaliyah-amaliyah yang telah menjadi tradisi mayoritas umat Islam sebagai amaliyah yang keliru, tidak berdasar dan dianggap sebagai bid’ah dholalah. Diantaranya adalah masalah tahlilan dan mengirim atau menghadiahkan pahala bagi orang yang sudah wafat.
Menanggapi masalah tersebut, Abuya Sayyid Muhammad Alawi Al-maliki Al-hasani --Rohmatullooh ‘alaih-- dalam karya beliau “Tahqiiqul aamaal fiimaa yanfa’ulmayyita minal a’maal” menukil fatwa Syekh Abdulloh bin Muhammad bin Humaid rohimahulloh (salah satu ulama Kerajaan Arab Saudi) dalam kitab “Ghooyatul maqshuud”, bahwa para ulama madzhab empat menetapkan tentang sampainya pahala bagi mayit dari segala macam amal sholeh yang dikerjakan oleh orang yang masih hidup lalu pahalanya diberikan untuk mayit, baik berupa haji, shodaqoh, kurban, umroh, bacaan Alqur’an dan lain-lain. Dan tiada keraguan lagi bahwa termasuk juga bermacam-macam dzikir, seperti tahlil, takbir dan sholawat Nabi. Hal-hal tersebut semuanya adalah amal sholeh dan orang yang mengerjakannya mendapat pahala. Apabila orang itu lalu memberikan pahalanya bagi mayit maka Allooh ta’ala menyampaikan pahala itu kepada mayit. Apabila pahala itu telah sampai kepada mayit maka dia bisa mendapatkan manfaat dari pahala itu dengan karunia dan kemurahan Allooh Ta’ala.
Kemudian Syekh Abdulloh bin Humaid memaparkan perkataan para ulama madzhab empat mengenai masalah tersebut, dimulai dengan para ulama madzhab Hanafi, disusul para ulama madzhab Maliki, lalu ulama madzhab Syafi’i, dan ulama madzhab Hambali (yang merupakan madzhab resmi Kerajaan Arab Saudi), serta dimulai dengan pernyataan Imam Ahmad bin Hanbal bahwa semua kebaikan sampai kepada mayit baik berupa shodaqoh atau sholat atau lainnya.
MENGHADIAHKAN PAHALA UNTUK MAYIT, DAN
AMALIYAH PARA SALAF
Sebagian orang yang mengingkari masalah ini biasanya selalu mengemukakan alasan bahwa para salafus sholeh tidak melakukannya. Alasan ini tidak benar, karena masalah ini telah dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-hakim dan Al-baihaqi dalam Asy-Syu’ab dan At-thobaroni dari Ibnu Umar Radhiyalloohu 'anhuma dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إذا مات أحدكم فلا تحبسوه وأسرعوا به إلى قبره وليقرأ عند رأسه فاتحة الكتاب. ولفظ البيهقي: فاتحة البقرة وعند رجليه بخاتمة سورة البقرة في قبره.
“Apabila salah satu dari kalian meninggal dunia maka janganlah kalian tahan dan segeralah kalian bawa dia menuju kuburnya agar dibacakan Al-fatihah di dekat kepalanya. Adapun lafadz Albaihaqi adalah: awal surat Albaqoroh dan agar dibacakan penutup surat Al-baqoroh di dekat kedua kakinya di kuburnya”
Hadits ini telah diamalkan oleh para shohabat. Imam Ahmad sebelum mengetahui hadits ini mengingkari amaliyah ini, namun kemudian beliau meralat pendapatnya setelah mengetahuinya dan memerintahkannya. Mereka semua adalah salafus sholeh.
Andaikan kita anggap bahwa para salafussholeh tidak pernah mengerjakannya, maka hal ini tidak menunjukkan bahwa amaliyah tersebut terlarang. Mereka tidak mengerjakan sesuatu bukanlah dalil bahwa hal itu dilarang. Oleh karena itu, barangsiapa berpendapat bahwa apabila sesuatu hal yang tidak dikerjakan salafus sholeh maka hal itu dilarang, maka dia harus menyebutkan dalil atas pendapat tersebut, dan dia tidak akan mampu menyebutkannya.
0 komentar:
Post a Comment