I.
A. Biografi
Sayyidah Ṣofiyah
Sayyidah Ṣofiyah adalah putri dari Huyai bin Ahkṭab
bin Sa'ayah bin Taghlab bin ‘Amir bin ‘Ubaid bin Ka'ab bin Khazraj bin Habib
bin Nadhir bin Yanhum. Ayah beliau adalah pemimpin bani Nadlir dari bangsa
yahudi dalam perang Khaibar yang berasal dari kabilah Lawai bin Ya'qub ‘Alaihis-Salam,
dari keturunan nabi Harun bin Imran, saudara Nabi Musa.[1]
Ibunya adalah Barrah bin Samwal, saudara Rifa'ah bin Samwal Al-Qorodhi. Sayyidah Ṣofiyah adalah
satu-satunysa istri Rasulullah saw yang tidak berasal dari ‘Arab, akan tetapi
ia berasal dari Bani Israel, yaitu dari Bani Naḍir. Ia termasuk wanita
tercantik di dunia. Dahulunya ia adalah seorang tawanan (budak) Nabi shallahu
‘alaihi wa sallam kemudian Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam
memerdekakannya dan menjadikan pembebasannya sebagai maharnya.[2]
B. Kepribadian sayyidah
Ṣofiyah
Sayyidah
Sofiah adalah wanita cerdas, mulia, ‘arif, bijaksana, sangat penyabar, sangat
dermawan, ahli ‘ibadah yang bertaqwa, sangat mencintai putri-putri Rasulullah
saw.
Di
antara bukti-bukti dari kepribadian sayyidah Ṣofiyah r.a., adalah sebagai
berikut:
- Dalam hal kecerdasan, ia adalah wanita yang berpengetahuan luas, hafal kitab suci al-Qur’an, dan banyak meriwayatkan hadith-hadith Rasulullah saw. Semua riwayat beliau termaktub atau terkumpul dalam kutub al-Sittah.
- Dalam hal kemuliaan, ia adalah keturunan nabi yaitu kakeknya adalah Harun ‘Alaihis-Salam, pamannya dari jalur ayah adalah nabi, yaitu nabi Musa ‘Alaihis-Salam, karena sayyidah Ṣofiyah selalu menjaga hubungan baik dengan kaum yahudi, berkat beliau Allah memberikan hidayah kepada kaum yahudi untuk masuk Islam setelah terjadi perang Khaibar.
- Dalam hal kearifan dan kebijaksanaan, dalam ketaqwaan dan keṭaatan pada agama sekaligus menunjukkan kecerdasannya adalah suatu ketika di masa khalifah Umar bin Khaṭṭab, budak perempuannya melaporkan kepada Umar, bahwa Ṣofiyah masih senang pada hari sabtu (hari raya Yahudi) serta masih suka berhubungan dengan orang Yahudi. Khalifah Umar bin Khaṭṭab mengirim utusan untuk bertanya kepadanya. Berkatalah Ṣofiyah: “Adapun mengenai hari sabtu, aku tidak senang lagi setelah Allah swt menggantiku dengan hari jum’at”. Aku masih berhubungan dengan orang Yahudi, karena aku masih mempunyai hubungan kerabat dengan mereka, aku sambung tali kekerabatan itu. Lalu ia bertanya kepada budaknya: “ Wahai jariyah, apa yang membuatmu melakukan hal ini?”, budaknya menjawab: “Shaiṭanlah yang menjadikan aku melakukan ini. Setelah itu, sayyidah Ṣofiyah berkata: “Pergilah, sesungguhnya engkau merdeka”.
- Dalam hal dermawan, rumah yang ia miliki, ia sedekahkan karena untuk mencari keriḍaan Allah swt dan Rasul-Nya, sayyidah Fatimah r.a. pernah diberinya hadiah perhiasan dan emas yang ia pakai, sebagaimana sebagian perhiasannya juga ia hadiahkan kepada istri-istri Rasulullah SAW yang lain. Ia juga dermawan kepada siapapun.
- Bukti bahwa Ummul Mukminin Ṣofiyah sangat penyabar adalah suatu kali ia mendengar sayyidah Ḥafṣah menyebutnya “Putri Yahudi”, Ia hanya menangis. Ketika Rasulullah saw masuk ketempat Ṣofiyah dan mendapatinya sedang menangis, bertanyalah Rasulullah saw: “Apakah gerangan yang menjadikan engkau menangis wahai Ṣofiyah ?, Ṣofiyah berkata, ‘Ḥafṣah berkata kepadaku bahwa aku putri orang yahudi. ‘Lalu Rasulullah saw bersabda dengan tujuan menghibur, ‘Bukankah engkau keturunan nabi, yaitu kakekmu adalah Harun ‘Alaihis-Salam, pamanmu dari jalur ayah adalah nabi, dan engkau menjadi istri nabi. Apa alasan Ḥafṣah berbangga diri atas engkau ?, ‘Rasulullah saw bersabda lagi, ‘Bertaqwalah kepada Allah, engkau wahai Ḥafṣah’
C. Pernikahan
Rasulullah saw dengan sayyidah Ṣafiyah r.a.
Sebelum sayyidah Ṣofiyah dinikahi oleh
Rasulullah, sayyidah Ṣofiyah sudah pernah menikah dua kali, yaitu menikah
dengan Salam bin Mishkam kemudian cerai, lalu menikah dengan Kinanah bin
ar-Rabi’ bin al-Huqaiq an-Naḍri (seoarang penyair). Kinanah dibunuh dengan
meninggalkan Ṣofiyah di perang Khaibar pada bulan Muḥarram tahun 7 H. Sayyidah
Ṣofiyah tidak melahirkan anak dari hasil pernikahannya dengan kedua orang
tersebut. Ketika ia dinikahi Rasulullah, umurnya belum mencapai Sembilan belas
tahun.[3]
Sebelum
Rasulullah menikahi Ṣofiyah, Rasulullah SAW memberi dua pilihan, antara
memerdekakannya kemudian kembali kepada keluarganya di Khaibar, atau masuk
Islam. Berkatalah Ṣofiyah : "Aku memilih Allah dan Rasulnya". Lalu
Rasulullah SAW memerdekakannya dan menjadikannya istri, serta menjadikan
kemerdekaannya sebagai mahar.
Ṣofiyah berkata: ‘Wahai Rasulullah saw, aku telah mempercayaimu dan senang kepada Islam sebelum engkau mengajakku masuk agama ini, tidak terlintas sedikitpun di hatiku untuk kembali ke agama Yahudi, lagi pula aku tidak mempunyai sanak saudara lagi. Ayah dan saudaraku gugur dalam peperangan. Jika engkau memerdekakan aku, tidak mungkin lagi aku kembali ke kaumku.
Ṣofiyah berkata: ‘Wahai Rasulullah saw, aku telah mempercayaimu dan senang kepada Islam sebelum engkau mengajakku masuk agama ini, tidak terlintas sedikitpun di hatiku untuk kembali ke agama Yahudi, lagi pula aku tidak mempunyai sanak saudara lagi. Ayah dan saudaraku gugur dalam peperangan. Jika engkau memerdekakan aku, tidak mungkin lagi aku kembali ke kaumku.
Pernikahan Rasulullah saw dengan sayyidah Ṣofiyah
ini telah dijelaskan dalam beberapa Hadith, diantaranya adalah sebagai berikut:
‘Abdul ‘Aziz bin Shuhaib dan lain-lain dari
Anas bin Malik r.a. Mereka berkata, ‘Ketika Rasulullah saw mengumpulkan para
tawanan perang Khaibar, datanglah Dihyah al-Kalabi. Ia berkata, ‘Berilah aku
salah seorang budak wanita dari para tawanan ini. ‘Rasulullah saw bersabda,
‘Pergilah dan ambilah Ṣofiyah.’ Dihyah al-Kalabi pun mengambil Ṣofiyah…
Al-Bukhari, Muslim, Imam Aḥmad, Abu Daud,
an-Nasa’i, Ibnu Ḥibban, dan Abu Ya’la meriwayatkan hadith dari Anas bin Malik
yang berkata,
“Ketika Rasulullah saw menakhlukkan Khaibar dan
Allah Ta’ala menakhlukkan bentengnya untuk beliau, Ṣofiyah binti Huyai menjadi
jatah Dihyah al-Kalabi. Ketika itu Ṣofiyah masih menjadi pengantin baru dan
suaminya terbunuh. Orang-orang pun memuji Ṣofiyah di samping Rasulullah saw.
Mereka berkata, ‘Kita belum pernah melihat tawanan wanita secantik dia (Ṣofiyah).’
Rasulullah saw pergi kepada Dihyah al-Kalabi
kemudian membeli Ṣofiyah seharga tujuh kepala (maksudnya tujuh kambing).
Setelah itu, beliau menyerahkan Ṣofiyah kepada Ummu Sulaim untuk dirias dan
menjalani masa ‘iddah.
Setelah itu, Rasulullah saw berangkat bersama
Ṣofiyah atau menempatkan Ṣofiyah di belakang beliau. Ketika beliau berhenti,
beliau memasang hijab untuknya kemudian menikahinya dan menjadikan
pemerdekaannya oleh beliau sebagai maharnya. Rasulullah saw berhenti selama
tiga hari hingga beliau bisa menyelenggarakan resepsi pernikahan dengannya yang
ketika itu telah diberi hijab.
Diriwayatkan
dari Ṣofiyah r.a. yang berkata, “Rasulullah saw memerdekakanku dan menjadikan
pemerdekaanku sebagai maharku.”
D. Wafatnya sayyidah Ṣofiyah r.a
Kurang lebih empat puluh tahun, sayyidah Ṣofiyah melalui
hari-harinya sepeninggal Rasulullah. Ia memenuhinya dengan ibadah dan amal-amal
kebajikan. Ia menyaksikan masa Khulafaur Rashidin dan Futuhat Islamiah
(kemenangan-kemenangan Islam). Pada tahun lima puluh Hijriah, sayyidah Ṣofiyah
menghadap Allah swt. Meninggalkan dunia untuk mendapatkan kenikmatan abadi.
Hari-hari yang ia lewati menjadi saksi akan kebajikan yang ia lakukan. Beliau
di makamkan di Baqi’, disamping istri-istri Rasulullah saw yang lain. Dalam hal
ini, Ibnu Abu Khaithamah berkata:
“ Aku mendapat kabar bahwa, Ṣofiyah r.a. wafat pada masa
pemerintahan Mu’awiyah dengan meninggalkan setatus ribu dirham senilai tanah
dan perabotan. Ia mewaṣiatkan sepertiga kekayaannya kepada anak saudara
perempuannya yang beragama Yahudi”.
E. Kelebihan-kelebihan sayyidah Ṣafiyah r.a. lainnya.
1. Kesaksian Rasulullah saw tentang kejujuran Ṣofiyah ketika ia menebus Beliau dengan dirinya.
Ibnu Sa’ad meriwayatkan dari Zaid bin Aslam, yang berkata: “Nabi Muhammad saw menderita sakit yang mambawa kepada wafatnya beliau. Istri-istri beliau berkumpul di tempat beliau. Pada saat itu Ṣofiyah binti Ḥuyai berkata, ‘Demi Allah, wahai nabi Allah, aku ingin sekiranya aku saja yang mengalami apa yang engkau alami.’ Para istri Rasulullah yang lain memicingkan mata kepada Ṣofiyah dan hal tersebut dilihat oleh Rasulullah saw. Beliau bersabda, ‘Bersihkan kalian.’ Para istri beliau berkata, ‘Dari apa, wahai Rasulullah ?’ Rasulullah saw bersabda, ‘Dari picingan mata kalian terhadap teman wanita kalian (Ṣofiyah). Sungguh Ia berkata benar.”
2. Pembelaan ofiyah r.a. terhadap Uthman bin ‘Affan dan pengiriman makanan dan air oleh Ṣofiyah kepada Uthman bin ‘Affan.
Ibnu Sa’ad dengan sanad hasan meriwayatkan dari Kinanah, mantan budak Ṣofiyah r.a., yang berkata: “ Aku menuntun Ṣofiyah untuk membela Uthman. Ṣofiyah bertemu al-Ashtar (Malik bin al-Ḥarith an-Nakha’i) yakni pemimpin orang-orang Kufah yang membuat fitnah pada masa kekhalifahan Uthman bin ‘Affan yang kemudian memukul wajah bighal (peranakan kuda dengan keledai) milik Ṣofiyah, hingga Ṣofiyah goyah. Ṣofiyah berkata. ‘Kembalikan aku dan janganlah orang ini menjelek-jelekkanku.’ Al-Hasan berkata di hadithnya, ‘Kemudian Ṣofiyah membuat kayu antara rumahnya dengan rumah Uthman bin ‘Affan . Ia mengirim air dan makanan kepada Uthman bin ‘Affan melalui kayu tersebut.
3. Rasulullah mendiamkan Zainab r.a. gara-gara Ṣofiyah r.a.
Imam Aḥmad, Abu Daud, dan Ibnu Sa’ad meriwayatkan dari ‘Aishah r.a. yang berkata, “ Rasulullah saw berada dalam sebuah perjalanan, kemudian unta milik Ṣofiyah sakit, sedang di unta Zainab terdapat kelebihan. Rasulullah saw bersabda kapada Zaiab, ‘Sesungguhnya unta milik Ṣofiyah, bagainmana kalau engkau memberinya salah satu dari untamu?’ Zainab berkata, ‘Aku harus memberi wanita Yahudi tersebut ?. kemudian Rasulullah saw meninggalkan (mendiamkan) Zainab selama dua bulan, yakni bulan Dhul Hijjah dan Muharram atau tiga bulan tidak mendatanginya. Zainab berkata, ‘Hingga aku putus asa dari Rasulullah dan aku membalik kasurku. Pada suatu hari di pertengahan siang, aku melihat bayangan Rasulullah saw datang. Beliau masuk dan aku pun mengembalikan kasur’.
[1] At-Ṭalabat al-Marhalah as-Sadisah
bil-Ma’had al-Din al-Anwar, Shakhṣiyah haul al-Rasul,
(Sarang, foto copy al-Anwar 2, 1430 H), hlm 53.
[2] Aḥmad Khalil Jam’ah, shaikh Muḥammad
bin Yusuf ad-Dimashqi, Istri-istri para nabi, terj. Faḍli
Baḥri,
(Bekasi: Darul Falah, 2001), hlm 470.
0 komentar:
Post a Comment