25.6.11

HUKUM MENCACI DAN MEMBUNUH MUSLIM

Diterjemah dari kitab MAFAHIM karangan Syyid Muhammad Bin Alawi Al Maliki

Mencaci seorang Muslim hukumnya fasik. Sedangkan mebunuhnya hukumnya kafir (kufur). Oleb sebab itu, dengan dalih dan alasan apapun, membenci dan auta saling memutuskan hubungan silaturahmi, saling membelakangi dengan sesama Islam itu diharamkan. Karena mencaci seorang Muslim hukumnya fusuq (artinya orang itu menjadi fasik), sedag membunuh seorang Muslim hukumnya kufur,jika darah si terbun itu dinilai halal.

Dalam menjelaskan persoalan ini, kiranya cukup menjadi penerang cerita Sayidina Khalid bin Walid ra dalam perjalanan missi da’wahnya kepada Bani Huzaimah untuk menyeruh mereka kepada Islam. Telah diriwayatkan, bahwa ada dialog ketika mereka sedang menghadap Khalid.
Khalid berkata,“Masuk Islamlah kalian”, “Kami ini kaum Muslimin”, jawab mereka. “Kalau begitu, lepaskan dan letakkanlah senjata kalian.” Lanjut Khalid.
Namun mereka menjawab pula: “Tidak, demi Allah, jika kami melepas senjata kami, maka yang ada tidak lain hanyalah pembunuhan. Sungguh, kami tidak percaya kepada anda dan para pengikut anda.” oleh sebab itu, Khalid berkata lagi: “Kalau begit kalian tidak akan mendapatkan jaminan keamanan dari kami, jika kalian meletakkan senjata.”
Maka menyerahlah sebagian dari mereka dengan menurunkan dan melepaskan senjatanya, namun sebagian lagi tidak.
Dalam riwayat lain, Khalid mengunjungi suatu kaum, dan ketika mereka menghadap, bertanyalah Khalid. “Apakah kalian Muslimin atau kaum kuffar?”
Mereka menjawab. “Kaum Muslimin, kami telah mengerjakan shalat, kami membenarkan Muhammad Rasulullah SAW, dan kami telah membangun masjid-masjid di daerah kami”. Namun dalam riwayat tersebut dinyatakan bahwa mereka sama sekali tidak mengatakan;“kami telah masuk Islam”. Mereka hanya berkata, “kami telah keluar dari agama kami.”
Oleh sebab itu, Khalid ra berkata; “Kalau begitu untuk apa senjata itu?” Mereka menjawab, “di antara kami dengan salah satu suku Arab ada permusuhan dan kami khawatir anda semua ini adalah mereka. ltulah sebabnya kami menyandang senjata.”
Maka Khalid berkata; “Letakkanlah senjata kalian.” Dan merekapun menurut. Namun setelah itu, Khalid memberi perintah untuk menawan mereka. Maka merekapun ditawan, diikat, dan dibagi-bagikan kepada para Sahabat.
Pada waktu sahur tiba, seorang berseru “Barangsiapa memiliki tawanan, maka bunuhlah.” Maka Bani Salim lantas membunuh para tawanannya. Sedangkan kaum Muhajirin dan Anshar menahan diri, bahkan mereka lantas melepaskan para tawanannya.
Sewaktu perbuatan Khalid itu sampai beritanya kepada Nabi, maka beliau berkata; ‘Ya Allah, aku berlepas diri dari apa yang telah diperbuat khalid.” Dan beliau menyatakan hal itu sebanyak dua kali.
Dan peristiwa ini, dapatlah diambil kesimpulan bahwa pada waktu itu Sayyidina Khalid menilai bahwa mereka berkata seperti itu dengan penuh kesombong sehingga dianggap tidak patuh dan tunduk sepenuhnya kepada Islam.
Oleh sebab itu, Khalid segera mengambil tindakan penawanan. Namun satu hal yang disesalkan Nabi adalah ketergesaa Khalid dan ketidak telitiannya dalam perkara kaum itu, sebelum Khalid tahu persis maksud dan ucapan mereka: “(kami keluar dari agama kami)” yang dengan kata lain dapat juga berarti; “kami masuk agama Sabiyah”.
Sungguhpun begitu, Nabi pernah juga berkata tentang Khalid. Katanya, “Sebaik-baik hamba Allah adalah saudara kita Khalid bin Walid Salah satu pedang dari pedang-pedang Allah yang dihunuskan di atas leher orang kafir dan musyrik
Begitu pula dengan cerita Sayidina Usamah bin Zaid kesayangan Rasul, dari putra kesayangan beliau, yang menurut riwayat Bukhari dari Abu Zhaibah ielah berkata: “Aku mendengar Usamah berkata “Kami diutus ke Hariqah oleh Rasulullah, dan tiba di sana pada waktu Subuh. Maka kami lantas menyerang mereka. Aku bersama seorang teman dan kaum Anshar sempat mengepung seorang lelaki, dari kelompok mereka yang tiba-tiba berkata: “La Ilaha Ilallah” Maka temanku menahan dirinya, sedangkan aku terus menusuki dengan tombak sampai ia tewas.
Sepulangnya dari sana, kami kembali kepada Nabi, ternyata. berita itu sudah sampai kepadanya, sehingga beliau menegur: “Hi Usamah, mengapa engkau membunuhnya? Padahal Ia sudak mengucapkan La Ilaha Ilallah”. Rasulullah mengulangi hal itu berkali-kali sehingga waktu itu aku merasa belum masuk Islam
Dalam riwayat lain, Rasulullah bersabda: “Mengapa engkau tidak membelali dadany, supaya kamu mengerti dan mengetahui apakah ía berkata benar atau dusta.” Maka Usamah berkata: “Aku tidak akan pernah lagi membunuh seseorang yang bersaksi tiada Tuhan selain Allah.
Sayyidina Ali juga pernah ditanya tentang perihal kaum yang menentang beliau. “Apakah mereka itu kafir?”
Dijawab: “Tidak, bahkan mereka lari dari kekafiran. “Kalau begitu, apakah mereka munafik?” Jawab Ali ra: “Tidak, orang munafik itu tidak mau mengingat Allah kecuali sedikit saja, padahal mereka mengingat Allah banyak sekali.”
Lantas Ali ditanya lagi: “Jadi, bagaimana sebenarnya mereka itu?” Ali menjawab: “Mereka adalah kaum yang ditimpa fitnah, lalu menjadi bisu, buta dan tuli.”

0 komentar:

Post a Comment

 
oleh Ahadan blog | Bloggerized by Ahadan | ahdan