14.6.11

Pernyataan-pernyataan para imam mengenai perubahan (tahrif) yang terjadi dalam al-Quran al-karim Bag 1

Setelah mempelajari kitab-kitab Syi’ah al-Itsna ‘Asyariah yang pokok dan mu’tamad versi mereka, tampak jelas subtansi ini (tahrif al-Quran) sebagaimana terang benderangnya waktu tengah hari. Mereka meyakini tahrif al-Quran dan meyakini telah terjadi didalamnya perubahan sebagaimamna perubahan yang menimpa kitab-kitab sebelumnya, seperti Taurat dan Injil. Mereka juga meyakini bahwa mushaf al-Quran bukanlah kitab Allah yang telah diturunkan kepada Rasulullah.

Tokoh ahli hadis dan mujtahid terbesar ahli Syi’ah menyatakan bahwa lebih dari dua ribu riwayat yang bersumber dari imam-imam ma’shum (versi mereka) yang tercantum dalam kitab-kitab hadist mu’tamad mereka menetapkan terjadinya tahrif al-Quran. Ulama dan mujtahid Syi’ah yang mereka anggap mu’tamad mengakui bahwa riwayat-riwayat tersebut mutawatir dan menunjukkan secara nyata dan jelas akan terjadinya tahrif al-Quran tanpa keraguan dan kekaburan sedikitpun. Mereka juga mengakui bahwa tahrif al-Quran adalah aqidah mereka.

Seperi halnya riwayat, ini menunjukkan bahwa tahrif al-Quran adalah aqidah seluruh dunia Syi’ah sampai akhir abad III, bahkan sampai pertengahan abad IV. Kemudian datang cendikiawan mereka, Shaduq bin Babawaih al-Qummi (wafat: 381 H). Sesudahnya, pada abad V datang Syarif Murtadlo (wafat: 436 H) dan Syaikh Abu Ja’ far at-Thusi (wafat: 460 H). Pada abad VI datang Abu Ja’far at-Thabrasi, pengarang tafsir Majma’u al-Bayan (wafat: 548 H). Keempat orang ini memproklamirkan bahwa aqidah mereka sama seperti aqidah orang islam umumnya dan bahwa al-Quran tetap terpelihara tanpa mengalami perubahan. Kalangan Syi’ah membantah pendapat tersebut dengan berlandaskan argumen bahwa pendapat tersebut berlawanan dengan riwayat-riwayat para imam Ma’sum yang mutawatir.

Tokoh-tokoh besar ulama dan Mujtahid Syi’ah dalam masa yang berlainan menulis beberapa kitab khusus mengenai persoalan tahrif al-Quran. Sumber terpenting yang saya baca dari kitab-kitab tersebut adalah karya mujtahid besar dan penutup ahli hadist kalangan mereka, al-Allamah Husain Muhammad Taqi an-Nuri at-Thabrasi. Kitab tersebut adalah faslu al Khithab fi itsbati kitabi Rabbi al-Arbab yang ditulis dengan bahasa Arab dengan huruf-huruf yang sangat kecil dan memuat lebih kurang 400 halaman. Dalam kitab tersebut pengarang membeberkan dalil-dalil yang menunjukkan terjadinya tahrif dalam al-Quran. Kemudian ia menyebutkan daftar kitab-kitab karya tokoh-tokoh besar ulama dan mujtahid Syi’ah dalam masa yang berlainan yang membuktikan terjadinya tahrif dalam Mushaf al-Quran yang ada sekarang ini.

Setelah mempelajari kitab Fashlu al-Khithab, tidak ter sisa sedikitpun keraguan bahwa sesungguhnya aqidah Syi’ah al-itsna ‘Asyariyyah meyakini terjadinya perubahan. Adapun ada sebagian ulama mereka mengingkari terjadinya tahrif al-Quran, sikap tersebut hanyalah demi pertimbangan–pertimbangan tertentu yang menuntut mereka bersikap demikian, yaitu taqiyyah. Pengakuan ini di tulis oleh tokoh-tokoh besar ulama mereka(Syi’ah) seperti akan di jelaskan lemudian.

Al-Allamah An-Nuri at-Thabrasi menulis kitab fashlu al-Khithab pada akhir abad XIII, ketika mayoritas ulama Syi’ah memilih mengingkari aqidah tahrif demi pertimbangan-pertimbangan khusus (taqiyyah). At-thabrasi menganggap sikap mayoritas ulama Syi’ah tersebut sebagai penyimpangan dari madzhab para imam ma’sum danal-Itsna ‘Asyariyyah. Ia memandang sebagai hal yang urgen (mendesak) untuk menolak sikap mereka. Lalu ia menulis Fashlu al-Khithab dan mencetaknya semasa ia hidup di Iran. Sekarang kitab tersebut telah dicetak di Pakistan dengan menggunakan mesin foto copi. Sebenarnya kitab karya at-Thabrasi (Fashlu al-khithab)tidak memberi kesempatan pada Syi’ah untuk mengingkari aqidah tahrif al-Quran. Nanti kami akan menuturkan contoh-contoh yang tercantum dalam fashlu al-kitab. Namun sebelumnya kami akan memaparkan ungkapan-ungkapan para imam Syi’ah yang ma’sum dari kitab-kitab mu’tabar mereka yang terang-terangan menjelaskan terjadinya tahrif, perubahan dan pergantian dalam al-Quran al-karim

Pernyataan-pernyataan para imam mengenai perubahan (tahrif) yang terjadi dalam al-Quran al-karim

1. Dalam menafsiri firman Allah SWT;

وإن كنتم في ريب مما نزلنا على عبدنا فأتوا بسورة من مثله {البقرة :23

”Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al-Quran yang kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal al-Quran”. (QS. Al-Baqarah: 23).

Terdapat kutipan pernyataan imam Syi’ah kelima al-Ma’sum al-Imam al-Baqir dalam kitab Ushul al-Kafi, kitap paling shahih dikalangan Syi’ah, sebagai berikut: “Jibril turun dengan membawa ayat tersebut kepada nabi Muhammad dengan teks sebagai berikut:

وإن كنتم في ريب ممّا نزّلناعلىعبدنا ‑في عليّ ‑ فأتوابسورة من مثله 

’’Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al-Quran yang kami wahyukan kepada hamba kami (muhammad)mengenai Ali……..

Maksud riwayat ini dengan mengutarakan keterangan di atas adalah bahwa sahabat-sahabat yang menghimpun al-Quran sepeninggal Nabi Muhammad, yaitu tiga khalifah ar-rasyidin telah menghilangkan kalimat “fii Aliyyin” dari ayat di atas.

2. Dalam menafsiri firman Allah swt;

{ ولقد عهدنا إلى آدم من قبلُ فنسي {طه: 115

“sesungguhnya telah kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu)” (QS. Thaha; 115), terdapat kutipan dari imam Syi’ah keenam al-Imam Ja’far as-Shadiq dalam kitab Ushul al-Kafi, bahwa dia bersumpah demi Allah sesungguhnya ayat di atas turun dengan teks seperti di bawah ini;

ولقد عهدنا إلى آدم من قبل في محمد وعليّ وفاطمة والحسن والحسين والائمة من ذريتهم فنسي

“Dan sesungguhnya telah kami perintahkan kepada Adam dahulu perihal Muhammad, Ali, Fathimah, Hasan, Husain dan para imam dari anak keturunan mereka……….”

Tujuan menyebutkan riwayat ini adalah bahwa kalimat yang diberi garis bawah telah dihilangkan dari ayat di atas.

3. Dalam firman Allah SWT;

{يا أيها الناس قد جاءكم الرسول بالحق من ربكم فآمنوا خيرا لكم وإن تكفروا فإن لله ما في السموات وما في الأرض {النساء: 170

“Wahai manusia, sesungguhnya telah datang (Muhammad) itu kepadamu dengan (membawa) kebenaran dari Tuhanmu, maka berimanlah kamu, itulah yang lebih baik bagimu. Dan jika kamu kafir, (maka kekufuran itu tidak merugikan Allah sedikitpun) karena sesunggunya apa yang dilangit dan di bumi adalah kepunyaan Allah” (QS. An Nisa’: 170) terdapat pernyataan Imam al-Baqir dalam Ushul al-Kafi hlm. 267, sebagai berikut: “Jibril turun dengan membawa ayat diatas dengan teks seperti dibawah ini:

يأيها الناس قدجاءكم الرسول بالحق من ربكم فآمنوا خيرا لكم و إن تكفروا فإنّ لله ما في السّموات وما في الأرض

Yang artinya: “Wahai manusia, sesungguhnya telah datang rasul (Muhammad) itu kepadamu dengan (membawa) kebenaran dari Tuhanmu, maka berimanlah kamu, itulah yang lebih baik bagimu. Dan jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan Allah sedikitpun) karena sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan Allah” (QS. An-Nisa’: 170) terdapat kutipan pernyataan Al-Imam Al-Baqir dalam Ushul al-Kafi hlm.267, sebagai berikut: “Jibril turun dengan membawa ayat diatas dengan teks seperti dibawah ini:

يأيها الناس قدجاءكم الرسول بالحق من ربكم ‑ في ولاية علي ‑ فآمنوا خيرا لكم و إن تكفروا ‑ بولاية عليّ ‑ فإنّ لله ما في السّموات وما في الأرض

Yang artinya: “Wahai manusia, sesungguhnya telah datang rasul (Muhammad) itu kepadamu dengan (membawa) kebenaran dari Tuhanmu “ perihal wilayah Ali”, maka berimanlah kamu, itulah yang lebih baik bagimu. Dan jika kamu kafir “terhadap wilayah Ali”, (maka kekafiran itu tidak merugikan Allah sedikitpun) karena sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan Allah”

Maksud riwayat ini adalah bahwa kalimat “fii wilayati Aliyyin” dan “bi wilayati Aliyyin” telah dihilangkan dari ayat diatas, karena didalamnya terdapat perintah untuk mengimani wilayah (kekuasaan, ed.) dan imanah (kepemimpinan, ed.) Ali, dan pengingkaran terhadap perintah tersebut bisa mengakibatkan kekufuran.


Baca Juga


0 komentar:

Post a Comment

 
oleh Ahadan blog | Bloggerized by Ahadan | ahdan