Setelah mempelajari kitab-kitab Syi’ah al-Itsna ‘Asyariah yang pokok dan mu’tamad versi mereka, tampak jelas subtansi ini (tahrif al-Quran) sebagaimana terang benderangnya waktu tengah hari. Mereka meyakini tahrif al-Quran dan meyakini telah terjadi didalamnya perubahan sebagaimamna perubahan yang menimpa kitab-kitab sebelumnya, seperti Taurat dan Injil. Mereka juga meyakini bahwa mushaf al-Quran bukanlah kitab Allah yang telah diturunkan kepada Rasulullah.
Tokoh ahli hadis dan mujtahid terbesar ahli Syi’ah menyatakan bahwa lebih dari dua ribu riwayat yang bersumber dari imam-imam ma’shum (versi mereka) yang tercantum dalam kitab-kitab hadist mu’tamad mereka menetapkan terjadinya tahrif al-Quran. Ulama dan mujtahid Syi’ah yang mereka anggap mu’tamad mengakui bahwa riwayat-riwayat tersebut mutawatir dan menunjukkan secara nyata dan jelas akan terjadinya tahrif al-Quran tanpa keraguan dan kekaburan sedikitpun. Mereka juga mengakui bahwa tahrif al-Quran adalah aqidah mereka.
Seperi halnya riwayat, ini menunjukkan bahwa tahrif al-Quran adalah aqidah seluruh dunia Syi’ah sampai akhir abad III, bahkan sampai pertengahan abad IV. Kemudian datang cendikiawan mereka, Shaduq bin Babawaih al-Qummi (wafat: 381 H). Sesudahnya, pada abad V datang Syarif Murtadlo (wafat: 436 H) dan Syaikh Abu Ja’ far at-Thusi (wafat: 460 H). Pada abad VI datang Abu Ja’far at-Thabrasi, pengarang tafsir Majma’u al-Bayan (wafat: 548 H). Keempat orang ini memproklamirkan bahwa aqidah mereka sama seperti aqidah orang islam umumnya dan bahwa al-Quran tetap terpelihara tanpa mengalami perubahan. Kalangan Syi’ah membantah pendapat tersebut dengan berlandaskan argumen bahwa pendapat tersebut berlawanan dengan riwayat-riwayat para imam Ma’sum yang mutawatir.
Tokoh-tokoh besar ulama dan Mujtahid Syi’ah dalam masa yang berlainan menulis beberapa kitab khusus mengenai persoalan tahrif al-Quran. Sumber terpenting yang saya baca dari kitab-kitab tersebut adalah karya mujtahid besar dan penutup ahli hadist kalangan mereka, al-Allamah Husain Muhammad Taqi an-Nuri at-Thabrasi. Kitab tersebut adalah faslu al Khithab fi itsbati kitabi Rabbi al-Arbab yang ditulis dengan bahasa Arab dengan huruf-huruf yang sangat kecil dan memuat lebih kurang 400 halaman. Dalam kitab tersebut pengarang membeberkan dalil-dalil yang menunjukkan terjadinya tahrif dalam al-Quran. Kemudian ia menyebutkan daftar kitab-kitab karya tokoh-tokoh besar ulama dan mujtahid Syi’ah dalam masa yang berlainan yang membuktikan terjadinya tahrif dalam Mushaf al-Quran yang ada sekarang ini.
Setelah mempelajari kitab Fashlu al-Khithab, tidak ter sisa sedikitpun keraguan bahwa sesungguhnya aqidah Syi’ah al-itsna ‘Asyariyyah meyakini terjadinya perubahan. Adapun ada sebagian ulama mereka mengingkari terjadinya tahrif al-Quran, sikap tersebut hanyalah demi pertimbangan–pertimbangan tertentu yang menuntut mereka bersikap demikian, yaitu taqiyyah. Pengakuan ini di tulis oleh tokoh-tokoh besar ulama mereka(Syi’ah) seperti akan di jelaskan lemudian.
Al-Allamah An-Nuri at-Thabrasi menulis kitab fashlu al-Khithab pada akhir abad XIII, ketika mayoritas ulama Syi’ah memilih mengingkari aqidah tahrif demi pertimbangan-pertimbangan khusus (taqiyyah). At-thabrasi menganggap sikap mayoritas ulama Syi’ah tersebut sebagai penyimpangan dari madzhab para imam ma’sum danal-Itsna ‘Asyariyyah. Ia memandang sebagai hal yang urgen (mendesak) untuk menolak sikap mereka. Lalu ia menulis Fashlu al-Khithab dan mencetaknya semasa ia hidup di Iran. Sekarang kitab tersebut telah dicetak di Pakistan dengan menggunakan mesin foto copi. Sebenarnya kitab karya at-Thabrasi (Fashlu al-khithab)tidak memberi kesempatan pada Syi’ah untuk mengingkari aqidah tahrif al-Quran. Nanti kami akan menuturkan contoh-contoh yang tercantum dalam fashlu al-kitab. Namun sebelumnya kami akan memaparkan ungkapan-ungkapan para imam Syi’ah yang ma’sum dari kitab-kitab mu’tabar mereka yang terang-terangan menjelaskan terjadinya tahrif, perubahan dan pergantian dalam al-Quran al-karim
Tokoh ahli hadis dan mujtahid terbesar ahli Syi’ah menyatakan bahwa lebih dari dua ribu riwayat yang bersumber dari imam-imam ma’shum (versi mereka) yang tercantum dalam kitab-kitab hadist mu’tamad mereka menetapkan terjadinya tahrif al-Quran. Ulama dan mujtahid Syi’ah yang mereka anggap mu’tamad mengakui bahwa riwayat-riwayat tersebut mutawatir dan menunjukkan secara nyata dan jelas akan terjadinya tahrif al-Quran tanpa keraguan dan kekaburan sedikitpun. Mereka juga mengakui bahwa tahrif al-Quran adalah aqidah mereka.
Seperi halnya riwayat, ini menunjukkan bahwa tahrif al-Quran adalah aqidah seluruh dunia Syi’ah sampai akhir abad III, bahkan sampai pertengahan abad IV. Kemudian datang cendikiawan mereka, Shaduq bin Babawaih al-Qummi (wafat: 381 H). Sesudahnya, pada abad V datang Syarif Murtadlo (wafat: 436 H) dan Syaikh Abu Ja’ far at-Thusi (wafat: 460 H). Pada abad VI datang Abu Ja’far at-Thabrasi, pengarang tafsir Majma’u al-Bayan (wafat: 548 H). Keempat orang ini memproklamirkan bahwa aqidah mereka sama seperti aqidah orang islam umumnya dan bahwa al-Quran tetap terpelihara tanpa mengalami perubahan. Kalangan Syi’ah membantah pendapat tersebut dengan berlandaskan argumen bahwa pendapat tersebut berlawanan dengan riwayat-riwayat para imam Ma’sum yang mutawatir.
Tokoh-tokoh besar ulama dan Mujtahid Syi’ah dalam masa yang berlainan menulis beberapa kitab khusus mengenai persoalan tahrif al-Quran. Sumber terpenting yang saya baca dari kitab-kitab tersebut adalah karya mujtahid besar dan penutup ahli hadist kalangan mereka, al-Allamah Husain Muhammad Taqi an-Nuri at-Thabrasi. Kitab tersebut adalah faslu al Khithab fi itsbati kitabi Rabbi al-Arbab yang ditulis dengan bahasa Arab dengan huruf-huruf yang sangat kecil dan memuat lebih kurang 400 halaman. Dalam kitab tersebut pengarang membeberkan dalil-dalil yang menunjukkan terjadinya tahrif dalam al-Quran. Kemudian ia menyebutkan daftar kitab-kitab karya tokoh-tokoh besar ulama dan mujtahid Syi’ah dalam masa yang berlainan yang membuktikan terjadinya tahrif dalam Mushaf al-Quran yang ada sekarang ini.
Setelah mempelajari kitab Fashlu al-Khithab, tidak ter sisa sedikitpun keraguan bahwa sesungguhnya aqidah Syi’ah al-itsna ‘Asyariyyah meyakini terjadinya perubahan. Adapun ada sebagian ulama mereka mengingkari terjadinya tahrif al-Quran, sikap tersebut hanyalah demi pertimbangan–pertimbangan tertentu yang menuntut mereka bersikap demikian, yaitu taqiyyah. Pengakuan ini di tulis oleh tokoh-tokoh besar ulama mereka(Syi’ah) seperti akan di jelaskan lemudian.
Al-Allamah An-Nuri at-Thabrasi menulis kitab fashlu al-Khithab pada akhir abad XIII, ketika mayoritas ulama Syi’ah memilih mengingkari aqidah tahrif demi pertimbangan-pertimbangan khusus (taqiyyah). At-thabrasi menganggap sikap mayoritas ulama Syi’ah tersebut sebagai penyimpangan dari madzhab para imam ma’sum danal-Itsna ‘Asyariyyah. Ia memandang sebagai hal yang urgen (mendesak) untuk menolak sikap mereka. Lalu ia menulis Fashlu al-Khithab dan mencetaknya semasa ia hidup di Iran. Sekarang kitab tersebut telah dicetak di Pakistan dengan menggunakan mesin foto copi. Sebenarnya kitab karya at-Thabrasi (Fashlu al-khithab)tidak memberi kesempatan pada Syi’ah untuk mengingkari aqidah tahrif al-Quran. Nanti kami akan menuturkan contoh-contoh yang tercantum dalam fashlu al-kitab. Namun sebelumnya kami akan memaparkan ungkapan-ungkapan para imam Syi’ah yang ma’sum dari kitab-kitab mu’tabar mereka yang terang-terangan menjelaskan terjadinya tahrif, perubahan dan pergantian dalam al-Quran al-karim
0 komentar:
Post a Comment