28.3.12

JIL PINTU MASUK ORIENTALISME BARAT

Pada penghujung tahun lalu, di Sidoarjo sempat diadakan forum tabayyun antara Forum Kyai Muda (FKI) NU Jawa Timur dan beberapa tokoh pendukung Jaringan Islam Liberal (JIL). Meski disebut forum tabayyun, namun saling jegal dan debat sengit tetap tak terelakkan dalam pertemuan tersebut. Karena kedua tokoh yang di pertemukan, dari awal memang saling bertolak pandang.
Bagaimanapun juga, kebanyakan warga nahdliyyin masih kukuh dengan keyakinannya bahwa pemikiran-pemikiran yang diusung oleh JIL bertentangan dengan pemikiran  dan landasan tradisi asli Nahdlatul Ulama` yang berhalauan Ahlusunnah Waljama`ah. Ide dan pikiran umat Islam liberal adalah ide dan pemikiran yang cenderung asal-asalan dan tidak berdasar. Karena menghalalkan kebebasan berpikir dan seenaknya merombak sesuatu yang sudah mapan dengan tanpa mempertimbangkan common sense. Mereka cenderung menelan bulat-bulat pemikiran kaum orientalis barat, seperti; Huston Smith, John Shelby Sponge, Nasr Hamid Abu Zaid, dan lain sebagainya. Merekapun mengbaikan ulama`salaf.
JIL menjadi masalah tersendiri dalam NU, karena keberadaannya banyak diidentikkan dengan NU, hanya karena salah seorang tokoh pentolannya ,Ulil Abshor Abdalla adalah warga NU. Bahkan, dia telah berada di salah satu jabatan yang signifikan di structural tubuh NU. Padahal JIL sama sekali tidak bisa dikait-kaitkan dengan NU, karena pemikiran mereka sangat menyimpang dengan rel pemikiran NU. Terkait dengan adanya kabar yang mengatakan bahwa terdapat anggota NU yang juga anggota JIL sangatlah tidak benar, karena secara ideology jika ada anggota NU yang masuk JIL berarti dia sudah keluar dari NU. Sebab ketika anggota NU yang masuk JIL berarti dia sudah tidak seideologi lagi dengan NU. Namun yang ironis, hingga saat ini belum ada aturan administrasi NU yang mengatakan bahwa anggota NU yang masuk JIL harus dikeluarakan dari NU. Warga nahdliyyin juga tidak sepakat dengan adanya liberalisasi Islam. Karena pemikiran untuk meliberalkan Islam itu tidak sesuai dengan ideologi NU. Dan yang lebih penting lagi, jika orang sudah berpikir meliberalkan Islam, maka secara fiqh ia sudah keluar dari Islam.
Ajaran yang disampaikan JIL adalah wacana kosong tak berisi, sebab saat mereka ditanya mengenai pemikirannya, mereka tidak bisa menjelaskan dalil-dalilnya secara lengkap. Mereka hanya mengutip dalil sepotong demi sepotong untuk mendukung pemikirannya saja.
Dalam kesimpulan forum tabayyun dialog terbuka antara JIL dan Forum Kyai Muda (FKM) NU Jawa Timur, menghasilkan banyak pernyataan yang lengkap dan jelas sebagaimana berikut:       
1.   Saudara Ulil Abshor dengan JIL-nya tidak memiliki landasan teori yang sistematis dan argumentasi yang kuat. Pemikiran mereka lebih banyak berupa kutipan ide-ide yang asal comot sana-sini dan terkesan sebagai pemikiran asal-asalan belaka (plagiator), yang tergantung musim dan waktu (dzuruf ) dan pesan sponsor yang tidak berakar dalam tradisi berpikir masyarakat bangsa ini.
2.   Pada dasarnya, pemikiran  JIL bertujuan untuk membongkar kemapanan beragama dan bertradisi  kaum nahdliyyin. Cara-cara membongkar kemapanan itu dilakukan dengan tiga cara, yaitu dengan liberalisasi dalam bidang aqidah, liberalisasi dalam bidang pemahaman AL-Qur'an, serta liberalisasi dalam bidang syariat dan akhlak.
Pertama. Liberalisasi dalam bidang aqidah yang diajarkan JIL, misalnya bahwa semua agama sama dan tentang pluralisme, bertentangan dengan aqidah Islam Ahlusunnah Wal Jama`ah. Warga NU menyakini agama Islam sebagai agama yang paling benar, dengan tidak menafikan hubungan yang baik dengan penganut agama lainnya yang memandang agama mereka juga benar menurut mereka. Sementara ajaran pluralisme yang dimaksud JIL berlainan dengan pandangan ukhuwah wathoniyah yang dipegang NU demi mengkokohkan solidaritas dengan saudara-saudara sebangsa. NU juga tidak menaruh toleransi terhadap pandangan-pandangan imperialis neoliberalisme Amerika yang berkedok ''pluralisme dan toleransi agama".
Kedua. Liberalisasi dalam bidang pemahaman Al-Qur'an yang diajarkan JIL, mereka mengatakan bahwa Al-Qur'an adalah produk budaya bangsa Arab yang keotentikannya diragukan. Hal itu tentu berseberangan dengan pandangan mayoritas umat Islam yang meyakini bahwa Al-Quran adalah firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW serta terjaga keaslianya.
Ketiga. Liberialisasi dalam bidang syari'ah dan akhlaq, dimana JIL mengatakan bahwa hukum tuhan itu tidak ada, jelas bertolak belakang dengan ajaran Al-Qur'an dan As Sunnah yang mengandung ketentuan hukum bagi umat Islam. JIL juga mengabaikan sikap-sikap tawadhu' dan akhlaqul karimah kepada ulama' dan kyai. JIL juga tidak menghargai tradisi pesantren sebagai modal sosial bangsa dalam mensejahterakan bangsa dan memperkuat pancasila & NKRI.
3.   Ide-ide liberalisasi, kebebasan, dan hak asasi manusia (HAM) yang diangkat oleh kelompok JIL dalam koteks NU dan pesantren tidak bisa dilepaskan dari neo-liberalisme yang berasal dari dunia kapitalisme, yang menghendaki agar para kyai dan komunitas pesantren tidak ikut campur dalam menggerakkan tradisinya sebagai kritik dan pembebasan dari penjajahan dan kekerasan kaum kapitalis yang menjarah sumber-sumber daya alam bangsa kita.
4.   JIL cenderung membatalkan otoritas para ulama' salaf dan menanamkan ketidak percayaan kepada mereka, sementara di sisi lain mereka mengagumi pemikiran orientalis barat seperti Huston Smith, John Shelby Spong, Nasr Hamid Abu Zaid, dan lain sebagainya.
5.   Menghadapi pemikiran JIL, tidak dengan dilawan dengan amuk-amuk dan cara kekerasan, tapi harus mendahului pendekatan yang setrategis dan taktis, dengan dialog-dialog pencerahan.
     
Dari kesimpulan-kesimpulan di atas, sudah jelas bahwa paham Islam Liberal sangat bertolak belakang dengan faham Ahlusunnah Wal Jama'ah. Karena sejak dulu Islam Ahlusunnah Wal Jama'ah sudah terkenal dengan tradisi moderat yang dianut warga NU, sebagian dari identitas dan jati diri bangsa ini.
Jangan sampai kita terpengaruh dengan pemikiran-pemikiran kaum orientalis barat yang lebih memprioritaskan logika. Pasalnya, NU masih banyak mempunyai agenda kerja yang belum dituntaskan, dan itu jauh lebih penting. Memang akhir-akhir ini bisa dikatakan kita dalam posisi berperang, tapi bukan berperang pikiran atau pemahaman (ghazwul fikri).
Oleh karenanya, kita harus senantiasa berpegang teguh pada al-Quran dan Al Hadist, karena Al-Quran adalah firman Allah SWT yang dijamin keasliannya dan dapat menunjukkan jalan yang lurus bagi umat manusia. Sedangkan Hadist adalah semua perkataan, tingkah laku, atau ketetapan Nabi Muhammad SAW tentang semua hukum-hukum syari'at Islam, jika kita tetap berpegang teguh pada keduanya itu, maka kita tidak akan mudah dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran yang menyesatkan seperti yang dibawa oleh JIL atau yang lain. Wallohu A'lam.



0 komentar:

Post a Comment

 
oleh Ahadan blog | Bloggerized by Ahadan | ahdan