Tajdid dan Mujaddid Menurut KH Maimun Zubair Sarang
Tajdid atau memperbaharui pemikiran Islam adalah
sebuah tema yang selalu dibicarakan dan didiskusikan oleh pemikir-pemikir dan
ilmuan Islam pada masa sekarang. Pembahasan ini tidak hanya terbatas kepada
tafsiran makna dari tajdid ini atau dari segi siapakah dia yang
disebutkan mujaddid?
Bahkan, ketika ada seorang
ilmuan yang pemikirannya ternyata sedikit menyeberangi arus perdana berpendapat
bahwa pemikirannya tidak lain adalah kerana memang tajdid di dalam Islam
adalah dituntut. Ini tidak lain adalah disebabkan ada sebuah hadis Sahih Nabi
Muhammad SAW yang berbunyi: "إن الله يبعث لهذه الأمة على رأس كل مائة سنة من يجدد
لها دينها"[1] (Sesungguhnya Allah mengutus bagi umat ini
pada setiap awal seratus tahun orang yang akan memperbaharui bagi umat ini akan
agamanya).
Disebabkan oleh janji Rasulullah
SAW melalui sabdanya tadi, perebutan title sebagai mujaddid
menjadi marak. Entah dari mana sahaja golongan, bahkan sampai kepada puak
liberal sekalipun berani berkata bahwa merekalah mujaddid @ pembaharu
Islam pada masa kini, walaupun banyak pendapat mereka sebenarnya menolak
hadis-hadis sahih itu sendiri atau bahkan al-Qur'an sekalipun dengan alasan
kebebasan berfikir (liberalism).
Ulama-ulama terdahulu sudah
membahas siapakah sebenarnya mujaddid menurut penafsiran mereka.
Semisal, Imam al-Suyuthi sendiri mengarang bait-bait bahar rajaz
yang diberi nama "تحفة المهتدين بأخبار المجددين"[2].
Di dalam bait-bait tersebut, terdapat nama-nama mengikut urutan siapakah mujaddid
menurut persepsi beliau sendiri. Bahkan, Imam Suyuthi sendiri mencantumkan Imam
Abu Hasan al-Asy'ari dan Imam Fakhruddin al-Razi sebagai mujaddid.
Beliau juga tidak lupa berdoa agar menjadi mujaddid pada zamannya yaitu
kurun ke 9 yang lalu.
Penulis sendiri sudah membaca
banyak kajian tentang tajdid ini, akan tetapi sesuatu yang penulis ingin
berkongsi bersama dengan para pembaca adalah tidak lain mujaddid menurut
KH. Maimun Zubair, Pengasuh Pondok Pesantren al-Anwar, Sarang.[3]
KH. Maimun Zubair atau akrab
dengan panggilan "Mbah Maimun" telah mengarang sebuah kitab kecil
tapi sangat berharga bagi umat Islam. Kitab tersebut berjudul: "العلماء المجددون رحمهم الله تعالى ومجال
تجديدهم واجتهادهم". Kyai yang pernah menziarahi Pondok
al-Jendrami, Malaysia ini memulai kitabnya dengan menjelaskan siapa sahaja mujaddid
tersebut menurut perspektif beliau dan diteruskan dengan masail fiqhiyyah
kontemporer yang memerlukan ijtihad baru.
Dalam hal tajdid ini,
Mbah Maimun berpendapat bahwa Islam pada awal lahirnya sebagai abad pertama (1)
dari hijriyyah itu sendiri maka para sahabat sudah menghafal al-Qur'an
dan membawa hadis-hadis Nabi. Maka dari sini penulis memahami bahwa golongan
sahabatlah sebagai mujaddid pada abad pertama ini. Selanjutnya ketika
Islam mula tersebar dan terjadi beberapa kejadian yang memerlukan ijtihad dalam
memahami nas-nas maka munculah mujtahid seperti Imam al-Syafi'I[4],
Imam Ahmad bin Hanbal[5],
dan selainnya sebagai mujaddid pada abad kedua (2). Tersebarlah diantara
mereka bahwa sumber-sumber syariat ada 4 yaitu al-Qur'an, Hadis, Qiyas, dan
Ijmak.
Pada abad ketiga (3) pula,
muncullah Imam al-Asy'ari[6]
dan Imam al-Mathuridi[7]
sebagai mujaddid yang membersihkan Islam dari pengaruh-pengaruh falsafah
Yunani yang sesat merasuk melalui nadi-nadi Muktazilah, Qadariyyah, Jabariyyah,
dan lain-lain. Merekalah yang menjaga akidah Islam dari kebid'ahan lisan,
tulisan dan pengajaran. Merekalah yang mengembalikan kepada jalan dan manhaj
ulama Salaf al-Salih sebelum mereka.
Ketika zaman berubah pada abad
yang ke 4, munculah seorang ulama, qadhi, mutakallim bermazhab
Asy'ari dalam akidah dan bermzhab Maliki dalam berfiqh, yaitu Abu Bakar
al-Baqilani al-Maliki.[8]
Beliau adalah termasuk pembesar ulama Asy'ariyyah. Dengan ini, beliau adalah mujaddid
pada abad ke 4 ini.
Pada kurun ke 5, yaitu kurun
yang dianggap masuknya fase khalaf menurut satu pendapat.[9]
KH Maimun Zubair memilih Hujjat al-Islam al-Imam Muhammad bin Muhammad bin
Muhammad al-Ghazali[10]
sebagai mujddid pada fase ini. Beliau, sebagai pengarang kitab fenomenal
Ihya' Ulum al-Din adalah ulama terunggul pada kurun ini kepakaran beliau dalam
berbagai bidang dan juga sebagai senjata pemungkas dalam menjatuhkan
hujjah-hujjah Muktazilah. Dalam bidang akidah beliau telah mengarang berpuluh
kitab termasuk pada bab-bab awal Ihya' Ulum al-Din. Sebagai seorang ulama
penerus Imam Abu Hasan al-Asy'ari, beliau juga telah mengarang berbagai kitab
yang menjatuhkan hujjah Muktazilah seperti al-Iqtisad fi al-I'tiqad. Beliau
juga mengarang kitab yang menghujjat pemikiran-pemikiran filosof Yunani seperti
Tahafut al-Falasifah, al-Munqiz mina al-Dholal, dan lain-lain. Oleh itu, adalah
sangat sesatlah perkataan-perkataan orang yang membenci al-Asy'ariyyah dengan
berpendapat bahwa mazhab akidah al-Asy'ariyyah adalah diresap dari pemikiran-pemikiran
falsafah Yunani, kerana pembesar al-Asy'ariyyah sendiri yaitu Imam Ghazali
justru adalah senjata yang berhasil menolak pemikiran falsafah Yunani dari
masuk ke dalam Islam. Walaubagaimanapun, buruknya dalaman sesuatu bukan berarti
kita menolak seluruh bungkusan yang ada. Tentunya ilmu-ilmu yang bermanfaat dan
tidak bertentangan dengan Islam itu sendiri bahkan sesuai dengan ruh-ruh wahyu
yang diturunkan melalui Nabi Muhammad SAW adalah jawaz diadopsi dalam
Islam seperti ilmu mantiq (logic) yang mana digunakan untuk mengharamkan
khamr juga.
Pada kurun ke 6 pula, muncullah
nama Imam al-Rafi'I[11]
yaitu pengarang Syarah Kabir yaitu syarahan terhadap kitab al-Wajiz[12]
Imam al-Ghazali. Imam al-Rafi'I sebagai mujtahid fatwa dalam mazhab Sayfi'I pendapatnya
dianggap penting sehingga nama kedua sebagai mujaddid menurut KH. Maimun
Zubair yaitu Imam al-Nawawi[13].
Alasan kuat memilih Imam Rafi'I ini dan Imam Nawawi kerana kitab mereka sangat
penting dalam mazhab Syafi'I dan juga sebagai rujukan tarjih yang
didahulukan. Selanjutnya masuk kurun ke 7 muncullah Imam Ibn Daqiq al-'Eid[14]
sebagai mujaddid pada kurun ini.
KH. Maimun mengangkat nama Imam
Jalal al-Din al-Bulqini[15]
sebagai mujaddid bagi kurun ke 8 Hijriyyah. Maka masuklah abad ke 9 yang
terlihat mujaddid pada zaman ini adalah Imam Jalal al-Din al-Mahalli dan
Jalal al-Din al-Suyuthi[16].
Dari Imam al-Suyuthi ini, terbukulah banyak sekali fan-fan ilmu yang berbagai.
Bahkan beliau juga dikenal sebagai orang yang mahir dalam berbagai ilmu dan
fan. Seperti misal, ilmu Kaedah Fiqh belum tersusun secara rapi dalam
ruang lingkup yang tersendiri dalam mazhab Syafi'i. Dengan terkarangnya kitab
al-Asybah wa al-Nazair oleh Imam Suyuthi ini, maka tersebarlah ilmu Kaedah Fiqh
dalam mazhab Syafi'I sebagai fan ilmu yang tersendiri.Belum lagi kitab-kitab
beliau yang lain. Beliau jugalah yang mengarang nazam tentang mujaddid
ini.
Pada abad ke 10 Hijriyyah, Imam
Ali al-Syibramalisi[17]
dan Imam Ibn Hajar al-Haitami[18]
sebagai mujaddid. Imam Ibn Hajar sebagai pentarjih mazhab Syafi'I terkenal
dengan kitab-kitabnya yang memberi hukum dengan hujjah-hujjh yang kuat seperti
al-Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyyah dan Tuhfah al-Muhtaj. Di bawah asuhan beliau
juga lahirlah ulama yang bernama Zain al-Din al-Malibari pengarang Fath
al-Mu'in, kitab manual fiqh Syafi'I yang termasyhur di Nusantara.
Pada abad ini juga, keadaan alam
berubah. Islam yang semulanya berkuasa penuh di daerah dari Afrika Barat
sehingga ke Nusantara, telah dijajah sedikit demi sedikit oleh
penjajah-penjajah Salib. Maka dari itu, agar meneguhkan keimanan serta semangat
tauladan terhadap tokoh-tokoh zaman kegemilangan umat Islam, lahirlah Imam
Ja'far bin Hasan al-Barzanji[19]
yang mengarang kitab Maulid Nabi SAW dan juga kitab al-Lujjain al-Dani Manaqib Syaikh
Abd al-Qadir al-Jailani. Selain itu muncul juga ulama sufi yang membawa
keteguhan hati bagi umat Islam seluruhnya yaitu wali agung Abdullah bin Alawi
al-Haddad[20]
pengarang kitab al-Nasha'ih al-Dinniyyah, Risalah al-Mu'awanah, dan lain-lain
sebagai rujukan seluruh ulama mazhab Syafi'i dan rujukan bagi seluruh umat
dalam hal tasawwuf juga. Beliau juga sebagai pengarang zikir bernama Ratib
al-Haddad yang diamalkan mayoritas keluarga Nabi dari jalur Husaini maupun
sebagian Hasani. Mereka berdualah sebagai mujaddid pada abad ke 11 Hijriyyah.
Kurun ke 12 Hijriyyah pula, Imam
al-Murtadha al-Zabidi[21]
dipilih menjadi mujaddid. Beliau pengarang kepada kitab Ihya' Ulum
al-Din karangan al-Ghazali sebanyak 10 jilid tebalnya yang diberi nama Ittihaf
al-Sadah al-Muttaqin. Dalam kitab ini juga termaktub bahwa "إذا أطلق أهل السنة والجماعة فالمراد بهم الأشاعرة والماتريدية"
(ketika dimutlakkan kata Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah maka yang dikehendaki dengannya
adalah ulama Asy'ariyyah dan al-Mathuridiyyah). Ulama Jawa pertama yang bertemu
dengan ulama ini adalah Kyai Abd al-Mannan ketika bermukim di Makkah dan beliau
meriwayatkan kitab ini padanya. Lalu kitab ini diriwayatkan oleh anaknya yaitu
Kyai Abdullah lalu oleh anaknya lagi Kyai Mahfudz al-Turmusi, lalu oleh Kyai
Faqih al-Maskumbani, lalu oleh muridnya yang merupakan ayah kepada KH Maimun
Zubair yaitu KH Zubair Dahlan, dan KH. Maimun pula mengambil riwayat ini dari
ayahnya. Ulama lain pula yang dinamakan sebagai mujaddid pada kurun ini
adalah Ahmad al-Marzuqi[22],
pengarang nazam Aqidah al-'Awam yang terkenal diseluruh negara Islam
sama ada Timur ataupun Barat.
Pada kurun ke 13 Hijriyyah pula,
telah terutus mujaddid yang merupakan ulama Mekkah yaitu Sayyid Ahmad
Zaini Dahlan[23]
dan Sayyid Bakri Syatha[24].
Mereka berdua adalah ulama yang berada di Mekkah ketika kemelut revolusi wahabisme
yang masih segar. Oleh sebab itu, Syaikh Ahmad Zaini Dahlan sampai mengarang
kitab menentang pergerakan Wahabi. Sedangkan Sayyid Bakri juga ada menyinggung
dan membela beberapa amalan-amalan furu'iyyah Fiqhiyyah yang dibid'ahkan
bahkan disesatkan oleh sekte Wahabi. Dari al-Bakri inilah muncul seorang ulama
fenomenal dari Sumatra yaitu Ahmad Khatib al-Minangkabawi yang mana beliau
adalah guru kepada dua pelopor dua organisasi Islam terbesar di dunia yaitu KH
Hashim Asy'ari pelopor Nahdlatul Ulama dan KH Ahmad Dahlan pelopor Muhammadiyah.
Ketika masuk pada kurun ke 14
Hijriyyah ini, KH Maimun Zubair memberi beberapa nama ulama yang masyhur serta
diakui dunia kealimannya sebagai mujaddid. Bagi mereka yang masih hidup adalah
Sayyid Habib Zain bin Sumaith, Sayyid Farfur al-Mishri, Syaikh Hassam al-Din
al-Dimasqi, Prof. Dr. Abd al-Latif Farfur yang keduanya merupakan anak kepada
Syaikh Shalih al-Farfuri al-Hasani RH.
Bagi mereka yang telah kembali
ke rahmatullah adalah Musnid al-Dunya al-Syaikh Muhammad Yasin bin Isa
al-Fadani[25] dan
Syaikh Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki[26].
Kedua-duanya adalah alim dalam riwayah juga dirayah bagi
hadis-hadis Nabi Muhammad SAW serta kitab-kitab agama lainnya. Syaikh Yasin
al-Fadani telah mengkodifikasi beribu riwayat hadis serta sanad-sanad kitab sehingga
beliau dijuluki sebagai musnid al-dunya. Beliau juga ahli dalam bidang fiqh
Syafi'I sehingga mengarang syarah bagi nazam al-Faraid al-Bahiyyah
tentang Kaedah Fiqh Mazhab Syafi'i. Diriwayatkan juga bahwa beliau
pernah mengarang kitab syarah kepada Sunan Abi Daud. Beliau juga ahli dalam
ilmu falak. Penulis sendiri adalah murid kepada KH Zamroji Kencong yang pernah
menuntut dengan Syaikh Yasin al-Fadani di Mekkah. Begitu juga KH Maimun Zubair
yang pernah bertalaqqi bersama beliau di Mekkah. Sebagian dari Murid
Syaikh Yasin al-Fadani adalah Mufti Mesir sekarang yaitu Prof. Dr. Ali Jum'ah
yang sangat tidak disukai oleh kelompok Salafi.
Sedangkan Sayyid Muhammad bin
Alawi al-Maliki adalah tokoh fenomenal Ahli Sunnah Wal Jamaah yang tidak asing
lagi. Beliau juga dijuluki sebagai tembok Ahli Sunnah kerana mengarang kitab
Mafahim Yajib an Tushahhah untuk menolak pemikiran Wahabi yang melampau dan
memberikan hujjah-hujjah mempertahankan amalan-amalan Ahli Sunnah. Ajaran
beliau adalah sangat berhikmah dan penuh adab. Menghormati ulama terdahulu dan
menyanjungnya adalah jalan beliau. Walaupun beliau dihina dan dicerca oleh
ulama-ulama Saudi sendiri yang berfahaman Wahabi, tapi beliau tidak pernah
mengambil cara penghinaan dalam tulisan-tulisan beliau, apatah lagi
pengkafiran. Misalnya, beliau selalu menghujjah aliran Wahabi dengan kata-kata
Ibn Taimiyyah sendiri dan juga memakai beberapa fatwa dari Muhammad bin Abd
al-Wahhab sendiri sebagai pelopor gerakan Wahabi.
Sekian sahajalah secubit dari
pemahaman penulis teerhadap pemikiran KH Maimun Zubair tentang Tajdid
dan juga siapa sahaja Mujaddid menurut persepsi beliau. Selanjutnya,
beliau menulis beberapa masalah-masalah fiqh yang telah ditajdid
oleh ulama dan juga beliau sendiri selaku salah satu ulama fiqh tersohor
di Indonesia sekarang ini. Semoga Allah memberkati beliau dan murid-murid
beliau serta pesantren Sarang yang akan selalu mencipta ulama dari kalangan
Ahli Sunnah wal Jamaah. Amin.
Kesimpulan Akhir dari penulis bahwa walaupun semua ulama sekarang yang selalu perjuangan mereka mengatas namakan demi tajdid-lah atau apalah, ia bukan berarti ideologi mereka pasti sahih di sisi Allah SWT. Hanya Allah lah yang tau hakikat siapakah ia mujaddid bagi setiap kurunnya.
[1] Hadis ini diriwayatkan
oleh Abi Daud dalam Sunannya no.: 3740. Telah berkata Imam al-Munawi di
dalam kitab Faidl al-Qadir: telah mengeluarkan hadis tersebut oleh Abu Daud di
dalam al-Malahim, dan al-Hakim di dalam al-Fitan dan beliau mensahihkannya,
Imam Baihaqi di dalam kitab al-Ma'rifat; semuanya dari Abu Hurairah. Telah
berkata al-Zain al-'Iraqi dan selainnya: Sanadnya adalah Sahih.
[2] Berikut ini adalah bait-bait yang dikarang oleh Imam Suyuthi:
الحمد لله العظيم المنة % المانح الفضل لأهل السنة
ثم الصلاة والسلام نلتمس % على نبي دينه لا يندرس
لقد أتى في خبر مشتهر % رواه كل حافظ معتبر
بأنه في رأس كل مائة % يبعث ربنا لهذى الأمة
منا عليها عالما يجدد % دين الهدى لأنه مجتهد
فكان عند المائة الأولى عمر % خليفة العدل بإجماع وقر
والشافعي كان عند الثانية % لما له من العلوم السامية
وبن سريج ثالث الأئمة % والأشعري عدة من أمه
والباقلاني رابع أو سهل % أو الاسفراني خلف قد حكوا
والخامس الحبر هو الغزالي % وعده ما فيه من جدال
والسادس الفخر الإمام الرازي % والرافعي مثله يوازي
والثامن الحبر هو البلقيني % أو حافظ الأنام زين الدين
والشرط في ذلك أن تمضي المائة % وهو على حياته بين الفئة
يشار بالعلم إلى مقامه % وينصر السنة في كلامه
وأن يكون جامعا لكل فن % وأن يعم علمه أهل الزمن
وأن يكون في حديث قد روى % من أهل بيت المصطفى وقد قوى
وكونه فردا هو المشهور % قد نطق الحديث والجمهور
وهذه تاسعة المئين قد أتت % ولا يخلف ما الهادي وعد
وقد رجوت أنني المجدد % فيها ففضل الله ليس يجحد
وآخر المئين فيما يأتي % عيسى نبي الله ذو الآيات
يجدد الدين لهذي الأمة % وفي الصلاة بعضنا قد أمه
مقررا لشرعنا ويحكم % بحكمنا إذ في السماء يعلم
وبعده لم يبق من مجدد % ويرفع القرآن مثل ما بدى
وتكثر الأشرار والإضاعة % من رفعه إلى قيام الساعة
وأحمد الله على ما علما % وما جلا من الخفا وأنعما
مصليا على نبي الرحمة % والآل مع أصحابه المكرمة
ثم الصلاة والسلام نلتمس % على نبي دينه لا يندرس
لقد أتى في خبر مشتهر % رواه كل حافظ معتبر
بأنه في رأس كل مائة % يبعث ربنا لهذى الأمة
منا عليها عالما يجدد % دين الهدى لأنه مجتهد
فكان عند المائة الأولى عمر % خليفة العدل بإجماع وقر
والشافعي كان عند الثانية % لما له من العلوم السامية
وبن سريج ثالث الأئمة % والأشعري عدة من أمه
والباقلاني رابع أو سهل % أو الاسفراني خلف قد حكوا
والخامس الحبر هو الغزالي % وعده ما فيه من جدال
والسادس الفخر الإمام الرازي % والرافعي مثله يوازي
والثامن الحبر هو البلقيني % أو حافظ الأنام زين الدين
والشرط في ذلك أن تمضي المائة % وهو على حياته بين الفئة
يشار بالعلم إلى مقامه % وينصر السنة في كلامه
وأن يكون جامعا لكل فن % وأن يعم علمه أهل الزمن
وأن يكون في حديث قد روى % من أهل بيت المصطفى وقد قوى
وكونه فردا هو المشهور % قد نطق الحديث والجمهور
وهذه تاسعة المئين قد أتت % ولا يخلف ما الهادي وعد
وقد رجوت أنني المجدد % فيها ففضل الله ليس يجحد
وآخر المئين فيما يأتي % عيسى نبي الله ذو الآيات
يجدد الدين لهذي الأمة % وفي الصلاة بعضنا قد أمه
مقررا لشرعنا ويحكم % بحكمنا إذ في السماء يعلم
وبعده لم يبق من مجدد % ويرفع القرآن مثل ما بدى
وتكثر الأشرار والإضاعة % من رفعه إلى قيام الساعة
وأحمد الله على ما علما % وما جلا من الخفا وأنعما
مصليا على نبي الرحمة % والآل مع أصحابه المكرمة
[3] Untuk mengetahui
biografi beliau : http://ahadan.blogspot.com/2011/09/kh-maimoen-zubair-sejarah-dan-mauidhoh.html
[4] Muhammad bin Idris (w. 204 H).
[5] Ahmad bin Hanbal (w.
241 H).
[6] Abu al-Hasan al-Asy'ari (w. 324 H).
[7] Abu Mansur al-Maturidi
(w. 333 H).
[8] Abu Bakar Muhammad bin
al-Tayyib al-Baqilani (w. 403 H).
[9] Sedangkan pendapat
lain, khalaf adalah 300 tahun setelah hijriyyah. Lihat: Ibrahim
al-Bajuri, Tuhfah al-Murid 'ala Jauhar al-Tauhid, ed. Ali Jum'ah (Cairo:
Dar al-Salam, 2002), 156.
[10] Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali (w. 505 H).
[11] Abd al-Karim bin Muhammad al-Rafi'I (w. 623 H).
[12] Kitab al-Wajiz ini
adalah kitab ringkasan yang diringkas oleh Imam Ghazali sendiri dari
kitab-kitabnya yaitu pertama kitab al-Basit, lalu diringkas oleh beliau juga
bernama al-Wasit, lalu beliau meringkas lagi dengan nama al-Wajiz. Beliau juga
memberi kesimpulan dari fiqh Syafi'I yang telah ditarjih oleh beliau
dengan nama al-Khulashoh yang sudah tercetak oleh Maktabah al-Minhaj.
[13] Yahya bin Syarf
al-Nawawi (w. 676 H).
[14] Ibn Daqiq Muhammad (w.
702 H).
[15] Jalal al-Din Abd
al-Rahman bin Siraj al-Din al-Bulqini (w. 824 H).
[16] Abd al-Rahman
al-Suyuthi (w. 911 H).
[17] Ali bin Ali
al-Syibramalisi (w. 1087 H).
[18] Ahmad bin Muhammad Ibn
Hajar al-Haitami (w. 974 H).
[19] Ja'far bin Hasan
al-Barzanji (w. 1177 H).
[20] Abdullah bin Alawy
al-Haddad (w. 1132 H).
[21] Muhammad bin Muhammad
Murtadha al-Zabidi (w. 1205 H).
[22] Ahmad bin Muhammad bin
Ramadhan al-Marzuqi (w. 1281 H).
[23] Ahmad bin Zaini Dahlan (w.
1304 H).
[24] Utsman bin Muhammad
Syatha al-Bakri (w. 1302 H).
[25] Muhammad Yasin bin Isa
al-Fadani al-Makki al-Syafi'i (w. 1410 H).
0 komentar:
Post a Comment