20.5.11

TERJEMAH TAUJIHAT oleh KH. Maimoen Zubair PP Al Anwar Sarang Rembang Bag 1

Bismillahirrohmanirrohim
Segala Puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam. Shalawat serta salam semoga tercurahkan untuk Rasulullah termulia, Muhammad SAW. keluarga dan para sahabat Beliau. Amma Ba'du.

Salah satu peristiwa pahit yang harus dijalani umat Islam Indonesia dan yang patut mendapat tangisan panjang kemudian sadar dan bangkit dengan sabar dan tegar serta dengan penuh pertimbangan, kerendahan dan interest, adalah kekosongan partai Islam dalam arti kompleks dan komprehensip, dalam kancah perpolitikan untuk rentang waktu yang relatif panjang. Hal ini terjadi akibat tekanan-tekanan yang mencekik dari berbagai pihak yang berlumur dosa dan otoriter dan bengis. Menurut keyakinan saya semua ini terjadi karena ketakutan rival-rival Islam atas revivalisasi agama ini merealisasikan keagungan risalahnya, kewajiban-kewajibannya yang bijaksanan serta sinar dan cahayanya yang akan memayungi kawasan-kawasan tanah air tercinta Indonesia.

Dewasa ini, kita hidup dalam hantaman gelombang yang bertubi-tubi dan badai dahsyat yang mengacaukan pikiran dan menggoncangkan jiwa. Konsekwensi fenomena ini membawa kita tenggelam dalam masa transisi kala tiupan-tiupan pemikiran arus politik dan ambisi-ambisi pribadi, mempermainkan individu, massa, pemerintah dan institusi-institusi. Maka kita saksikan tumbuhnya kelompok-kelompok, partai-partai dan segala undang-undangnya yang tidak mendorong harmoni dengan Islam. kita harus mewaspadai kalau di belakang partai-partai tersebut terdapat misi dari lembaga-lembaga yang dengki terhadap Islam dan yang senantiasa berusaha siang malam mengoptimalkan segala upaya dan cara untuk mewujudkan tujuan mereka yang sesat, yaitu menghancurkan kekuatan umat, mengkoyak-koyak keIslaman, merobohkan ideologi (pilar-pilar) dan menerkam sisa-sisa keringat dan tenaga mereka.

Dari waktu ke waktu kita mendengar propaganda-propaganda menyesatkan dan menyaksikan sikap-sikap memalukan yang keluar dari mereka yang telah kehilangan kesadarannya akan bahaya yang kelak timbul dari sikap-sikap dan propaganda-propaganda tersebut. Bahkan esensi dari sikap-sikap dan propaganda mereka tersebut dalam pandangan Islam jelas-jelas membahayakan.

Kemudian kami sungguh bertambah merasa sedih dan sakit menyaksikan terbukanya kian kebebasan secara luas dalam segala aspek kehidupan ternyata berpotensi meratakan jalan dan menyiapkan iklim yang kondusif bagi kembalinya semua kecenderungan dan aliran yang berlawanan dengan kemaslahatan-kemasalahatan agama yang lurus (Islam), yang berusaha dengan gigih menggapai kekuasaan untuk mengendalikan negara melalui sistem politik yang legal dan konstitusional. Secara umum, bahkan selamanya, semua upaya yang bergerak untuk menumbangkan pilar-pilar Islam, melemahkan kaum muslimin, menggencet lembaga-lembaga mereka, di back-up kekuatan luar yang sudah dikenal selalu berbuat makar, memusuhi dan dengki terhadap Islam.

Kini, kaum muslimin harus sadar bahwa agama mereka senantiasa mendapat tantangan serta permusuhan klasik yang tak Akan pernah berhenti. Allah berfirman: "Kebanyakan ahli Kitab bercita-cita supaya mereka mengembalikan kamu menjadi kafir". (QS. Al-Baqarah; 109).
Dilanjutkan : "Mereka hendak memadami cahaya Allah (agama Islam) dengan mulut mereka, sedang Allah menyempurnakan cahaya-Nya, meskipun benci orang-orang yang kafir." (QS. Al-Shaaf: 9).

Mereka (kaum muslimin) harus senantiasa waspada bahwa kini musuh-musuh mereka telah membelanjakan dana besar, mengerahkan tokoh-tokohnya menyusun program-program, menciptakan metode-metode, memobilisasi pasukan dan mengintensifkan usaha keras mereka. Semua ini dilakukan demi target membangkitkan fanatisme dan menyebarkan kedengkian internal sesama kaum muslimin. Pada saat yang sama mereka mengumandangkan propaganda-propaganda yang memikat dan manis seperti humanisme, nasionalisme dan kosmopolitanisme. 

Saya melihat orang-orang yang berani melakukan hal ini adalah tokoh-tokoh organisasi Islam dan mereka yang mengenakan sorban. Mereka keluar masuk gereja dan sinagog serta para pastur memasuki masjid seraya menyelenggarakan ritual keagamaan dan mereka saling menyampaikan salam dengan model salam yang aneh dan dikutuk Islam. Semua ini mereka lakukan dengan rasa bangga dan angkuh serta menganggapnya sebagai inklusif dan maju. Akhirnya batas-batas agama menjadi lenyap, parameter keimanan menjadi kabur dan barometer persaudaraan menjadi terbalik. Maka kita berhak khawatir, jika kondisi terus berkembang, hingga akhirnya agama-agama dengan aqidah, norma, dasar dan nilai yang berbeda-beda menjadi satu agama yang memiliki titik persamaan dan berada dalam satu poros. Islam, Nasrani, dan Budha lantas menjadi madzhab. Ketiga agama ini menjadi madzhab-madzhab yang dimuliakan dalam naungan satu agama tersebut, sebagaimana pandangan pada penganut pluralisme. Para penganut agama-agama tersebut dianggap sebagai orang yang beriman, berada di jalan yang lurus dan kelak akan masuk surga.

Dalam konteks yang kabur ini, seorang muslim sepatutnya mengambil sikap tegas serta konkrit dan tidak terpedaya oleh pendapat seseorang yang sering bertentangan dan kontroversial dari waktu ke waktu. Terlebih lagi setelah diketahui keberaniannya terhadap agama, penghinaannya terhadap hal-hal yang disakralkan agama dan pendiriannya yang menimbulkan keragu-raguan terhadap tujuan-tujuan syari'at, maka berpihak kepada orang seperti ini, mempercayai propaganda-propaganda yang disampaikannya kepada kita dan mengikuti mitos-mitosnya, bertolak belakang dengan kemaslahatan-kemaslahatan da'wah Islam dan perintah-perintah Syari'at. Bahkan seharusnya kita harus bersikap waspada agar mengetahui apa yang tersembunyi di balik statemen-statemennya. Karena lemak kadang tercampur oleh racun dan api yang besar / kobaran api berasal dari percikan-percikan yang dianggap kecil.

Pendapat setiap orang boleh diambil dan dibuang kecuali Nabi yang ma'shum (terbebas dari dosa dan kesalahan) dan dalam versi Ulama' Ahlus Sunnah wal Jama'ah status ma'shum hanya bisa disandang oleh al-Qur'an dan as-Sunnah. Oleh karena itu, diluar Al-Qur'an dan Sunnah kekeliruan adalah satu hal yang mungkin terjadi.
Berarti setiap orang selain Rasulullah boleh dita'ati dan ditolak pendapatnya. Jika telah nyata disana terdapat statemen yang bertentangan dengan Al-Kitab dan As-Sunah, maka kita harus menolaknya, tidak peduli siapapun yang melontarkannya. Khususnya fanatik terhadap pribadi yang menyimpang ini menjadi karakter yang ikut andil mewarnai sebuah partai politik yang berambisi besar, memiliki sekutu-sekutu yang semu dan massa yang besar.

Di tengah panasnya pertarungan politik yang tampak bagi kita dari celah-celahnya beberapa kecenderungan yang beresiko, seperti paham sosialisme, komunisme, nasionalisme dan sekulerisme, maka hadir dalam benak kita betapa pentingnya mengetahui sifat amanah, batasan-batasan dan dimensi serta pentingnya menajamkan perasaan atas kewajiban memegang amanah, menyampaikannya, memikulnya dan takut menerimanya, kemudian amanat itu dipikul oleh manusia. "Sesungguhnya manusia itu dianiaya lagi jahil (tiada berilmu)." (QS.al-Ahzaab;72).

Amanah adalah lawan dari khianat, ia adalah karakter yang membimbing pemiliknya untuk menyampaikannya hak-hak kepada yang berhak, baik hak-hak yang bersifat material atau spiritual. Baik terkait dengan Allah ataupun manusia.

Terdapat banyak pengertian tentang maksud dari amanat dalam ayat di atas. Ibnu Abbas berpendapat bahwa amanat tidak lain adalah hal-hal yang bersifat fardlu. Pendapat lain menyatakan bahwa ia adalah hal-hal yang fardlu, pembebanan-pembebanan (taklif) dan kewajiban-kewajiban yang ditetapkan Allah kepada hamba-hamba-Nya serta hak-hak yang berkaitan dengan mereka, dari hal-hal yang dituntut oleh Allah untuk menjaga dan melindunginya.

Adalagi yang mengatakan, maksud amanat adalah kekuasaan (wilayah) berdasarkan dalil (hadits) yang diriwayatkan oleh Abi Dzar al-Ghifari. Ia berkata kepada Rasulullah, "sudilah engkau memberikan jabatan kepada saya", lalu Beliau memukul pundakku lantas berkata: "Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau adalah lelaki yang lemah dan jabatan adalah amanat, yang di hari kiamat akan menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali orang yang mengambil sesuai dengan haknya dan menunaikan apa yang diamanatkan kepadanya."

Dapat kita katakan bahwa amanat adalah pelestarian (penjagaan) seseorang terhadap sesuatu yang sepatutnya dijaga menyangkut hak-hak, kefardluan-kefardluan, kewajiban-kewajiban, sanksi-sanksi agama atau semua h al, baik yang bersifat material atau spiritual, baik berkaitan dengan Allah maupun manusia. 

Amanat yang paling utama adalah kekuasaan, hal-hal yang berkaitan dengan kepemimpinan dan kewajiban mendirikan komunitas Islami yang bersih, yang berdiri di atas prinsip-prinsip dan teori-teori yang menjamin pelaksanaan kewajiban-kewajiban agama oleh kaum muslimin dengan meredeka, damai dan bebas dari tekanan pihak dan lembaga manapun.

Tanggung jawab yang besar ini dibebankan di atas pundak semua kaum muslimin tanpa terkecuali. Seperti disimpulkan dari himpunan nash-nash al-Qur'an dan al-Hadits serta didukung oleh fakta-fakta sejarah terdahulu. Seperti dalam firman Allah: "Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilah, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu." (QS. An-Nisaa': 135).

Dan dalam ayat lain: "Hai orang-orang yang beriman, tepatilah segala janjimu." (QS. Al-Ma'idah: 1), selanjutnya dalam ayat: "Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu." (QS. Al-A'raaf: 3).

Nash-nash ini dengan jelas menunjukkan atas tanggung jawab yang dibebankan kepada kaum muslimin untuk menegakkan adilnya kepemimpinan dan untuk menjalankan segala urusan sesuai dengan hukum-hukum dan kaidah-kaidah syari'at. Hal ini tidak mungkin terealisir kecuali bila mereka mempunyai kedaulatan hukum.

Walhasil tanggung jawab ini adalah amanat, seperti halnya amanat-amanat lain yang dengan tegas Allah menganjurkan untuk melaksanakannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya." (QS. An-Nisa':58). Firman berikutnya: "Akan tetapi, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya)." (QS. Al-Baqarah: 283). Firman berikutnya: "Dan (yang menang)orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya." (QS. Al-Mu'minun: 8, al-Ma’arij:32).

Allah juga memperingatkan sikap khianat, sebagaimana firmannya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui." (QS. Al-Anffal: 27). Firman lain yang menceritakan perkataan putri Nabi Syu’aib: “sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya." (QS. Al-Qoshosh: 26).

Al-Hadits juga sangat menekankan sifat amanat. Nabi bersabda: "Tidaklah sempurna iman seseorang yang tidak mempunyai sifat amanat." Al-Hadits juga menjadikan amanat sesuatu yang sangat berharga, dimana seseorang selalu mengharap kepada Allah untuk selalu menjaganya. Terdapat suatu hadits yang berbunyi: "Aku titipkan agama, amanat dan penghabisan amalmu kepada Allah." Beliau Rasul juga meminta pelindungan kepada Allah dari tersia-siakannya amanat. Beliau berdo'a: "Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari lapar, karena ia adalah seburuk-buruknya teman tidur, dan aku berlindung kepada-Mu dari khianat, karena ia adalah seburuk-buruk sahabat karib."

Rasulullah SAW menuturkan bahwa meluasnya perilaku khianat adalah salah satu pertanda datangnya kiamat. Saat sebagian sahabat bertanya, "kapan kiamat tiba?", Beliau menjawab: "Jika amanat disia-siakan maka tunggulah saat tibanya hari kiamat." Lalu sahabat tersebut bertanya kembali, "Bagaimana amanat itu disia-siakan?", Rasul menjawab: "Apabila suatu perkara diserahkan kepada seseorang yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat tibanya hari kiamat."

Hadits terakhir tersebut memperlihatkan kepada kita bahwa menyerahkan segala sesuatu kepada selain ahlinya merupakan menyia-nyiakan amanat dan hal ini tidak lain akan menimbulkan resiko kerusakan, kekacauan, kegoncangan dan kehancuran. 

Dari sini dapat kita faham secara jelas bahwa keahlian dan kecakapan mempunyai parameter yang berbeda sesuai dengan bentuk-bentuk amanat. Keahlian dalam disiplin ilmu, ekonomi serta pemerintahan memiliki standar masing - masing. Oleh karenanya standar dan parameter berbeda-beda sesuai dengan tipologi amanat. Keahlian bukanlah semata-mata keunggulan dalam bidang ilmu Syar'i dan meraih tingkatan tertinggi dalam bidang tersebut.

Berlanjut Ke Bag 2 & Bag 3

Download Mawidhoh KH. Maimoen Zubair Disini

2 komentar:

jojo said...

Izin share ustadz...

ahadan blog said...

silakan

Post a Comment

 
oleh Ahadan blog | Bloggerized by Ahadan | ahdan