oleh : KH. Abdullah Faqih
Siapa pun orangnya pasti menginginkan kehidupannya di dunia
maupun di akhirat penuh kebahagiaan dan keselamatan. Tidak ada seorang pun yang
menginginkan sebaliknya. Tetapi kebahagiaan dan keselamatan itu tidak akan bisa
dicapai kecuali dengan perjuangan yang tidak ringan, salah satunya adalah dengan
melalui berbagai ujian dari Allah Subhanahu Wata’ala.
Musibah yang diturunkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala di dunia ini adakalanya ditimpakan kepada orang-orang sholeh, sebagai ujian agar derajat mereka semakin tinggi dan mulia di hadapan-Nya. Ada pula musibah itu dijatuhkan kepada orang-orang yang telah banyak berbuat dosa, sebagai peringatan agar mereka segera tersadar dan kembali ke jalan yang diridlai-Nya.
Namun, ada juga orang-orang yang telah banyak bikin kemaksiatan dan kedurhakaan kepada Allah, tapi mereka sama sekali tidak ditimpa musibah. Mereka inilah orang-orang yang memperoleh istijroj dari Allah. Allah ta’ala berfirman:
Musibah yang diturunkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala di dunia ini adakalanya ditimpakan kepada orang-orang sholeh, sebagai ujian agar derajat mereka semakin tinggi dan mulia di hadapan-Nya. Ada pula musibah itu dijatuhkan kepada orang-orang yang telah banyak berbuat dosa, sebagai peringatan agar mereka segera tersadar dan kembali ke jalan yang diridlai-Nya.
Namun, ada juga orang-orang yang telah banyak bikin kemaksiatan dan kedurhakaan kepada Allah, tapi mereka sama sekali tidak ditimpa musibah. Mereka inilah orang-orang yang memperoleh istijroj dari Allah. Allah ta’ala berfirman:
وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ
حَيْثُ لاَ يَعْلَمُونَ
“Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat
Kami, nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah
kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui.” (QS. Al A’raf:
182).Jika terdapat orang berbuat kedhaliman, tapi secara lahiriyah ternyata dia masih tetap merasakan hidup tenang dan tenteram, itu bukan berarti kedhaliman orang ini telah diampuni Allah. Rasulullah menjelaskan status orang tipe ini:
عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ لَيُمْلِي لِلظَّالِمِ
حَتَّى إِذَا أَخَذَهُ لَمْ يُفْلِتْهُ رواه البخاري
“Sesungguhnya Allah
subhanahu Wata’ala akan menangguhkan (hukuman) untuk orang yang berbuat aniaya
(kedhaliman). Sampai ketika Allah menghukumnya, maka Dia tidak akan
melepaskannya.” (HR. Imam Bukhari).Untuk mencapai keselamatan di dunia dan akhirat, Syekh Imam Abu Hasan Asy Syadzili (dalam kitab Al Mafakhir) mengajarkan kepada kita agar melanggengkan bacaan:
الْحَمْدُ لِلَّهِ وَأَسْتَـغْفِرُ اللهَ وَلاَ حَوْلَ وَلاَ
قُوَّةَ إلاَّ بِاللهِ
“Segala puji bagi Allah. Kami memohon ampunan
Allah. Tiada daya untuk meninggalkan kemaksiatan dan tiada kekuatan untuk
menjalankan ibadah kecuali atas pertolongan Allah.”Bacaan dzikir di atas akan mendorong pembacanya untuk senantiasa mengakui dan bersyukur terhadap berbagai macam kenikmatan yang telah dianugerahkan Allah, terutama nikmat Islam dan Iman. Sebagai seorang mukmin kita sama sekali tidak boleh mempunyai perasaan aman dari tergelincirnya keimanan (su’ul khatimah). Kita harus senantiasa waspada dan hati-hati. Berusahalah mengambil pelajaran apa yang telah menimpa Bal’am. Seorang yang pada awalnya pernah mencapai maqom waliyullah, tapi kemudian keimanannya tergelincir di akhir hayatnya (su’ul khatimah). Mensyukuri atas kenikmatan yang diberikan Allah berupa keimanan secara tidak langsung berarti berupaya mempertahankan keimanan itu agar tidak lepas dari jiwa kita.
الشُكْرُ قَيْدٌ لِلْمَوْجُوْدِ وَصَيْدٌ
لِلْمَفْقُوْدِ
“Syukur itu mengikat sesuatu yang diperoleh dan memburu sesuatu yang hilang.”
Dzikir di atas juga mendorong pembacanya untuk selalu menyesali diri dari segala perbuatan dosa. Sebagai seorang manusia kita tentu akan selalu tergoda melakukan perbuatan dosa. Oleh karena itu, dosa-dosa itu hendaknya dihapus dengan meminta ampunan kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Jika seseorang meminta ampunan kepada Allah, maka Dia tidak akan meng-adzabnya. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ
يَسْتَغْفِرُونَ
“Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang
mereka meminta ampun.” (QS. Anfal: 33).
Jadi dengan demikian, membaca dzikir di atas berarti sama dengan berupaya mencari keselamatan di akhirat (dengan membaca Alhamdulillah), dan keselamatan di dunia (dengan membaca Astaghfirullah). Dan keselamatan di dunia dan akhirat itu tidak akan tercapai tanpa pertolongan dari Allah (dengan membaca La haula wala quwwata illa billah).
Jadi dengan demikian, membaca dzikir di atas berarti sama dengan berupaya mencari keselamatan di akhirat (dengan membaca Alhamdulillah), dan keselamatan di dunia (dengan membaca Astaghfirullah). Dan keselamatan di dunia dan akhirat itu tidak akan tercapai tanpa pertolongan dari Allah (dengan membaca La haula wala quwwata illa billah).
0 komentar:
Post a Comment