5.3.12

Tahlilan Bukan Bid'ah

 Asli kata Tahlilan adalah bacaan tahlil atau membaca Laa ilaaha illallah. Barangsiapa yang mengharamkan orang membaca tahlil dalam konteks ini, bisa-bisa menjadi murtad, keluar dari agama Islam.

Sedangkan tahlilan dalam pengertian umum adalah, sekelompok orang yang membaca kumpulan doa, berupa bacaan surat Alfatihah, surat Yaasiin, surat Al-ikhlas, Alfalaq, Annaas, lafadz tasbih (subhanallah), lafadz hamdalah (alhamdulillah), lafadz hauqalah (laa haula walaa quwwata illaa billah), bacaan istighfar, shalawat kepada Nabi SAW, dan doa maupun dzikir lainnya, kemudian tak jarang pula dirangkai dengan kegiatan majlis ta`lim, serta mengamalkan hadits ith`aamut tha`aam (bershadaqah makanan) kepada orang yang dikenal maupun yang belum dikenal.

Kalau demikian, siapa gerangan yang berani melarang orang-orang yang mengadakan tahlilan ? Kiranya hanya golongan kaum fasiq sajalah yang berani mengharamkan umat Islam untuk melaksanakan tahlilan.

* Tidak beriman kepada Allah orang yang berani mengharamkan bacaan surat Alfatihah.
* Tidak beriman kepada Allah orang yang berani mengharamkan bacaan surat Yaasiin, surat Al-ikhlas, surat Alfalaq dan surat Annaas.
* Tidak beriman kepada Allah orang yang berani mengharamkan bacaan tasbih (subhanallah).
* Tidak beriman kepada Allah orang yang berani mengharamkan bacaan hauqalah (la haula wala quwwata illa billah)
* Tidak beriman kepada Allah orang yang berani mengharamkan bacaan shalawat kepada Nabi SAW.
* Tidak beriman kepada Allah orang yang berani mengharamkan shadaqah memberi makan tamu baik yang dikenal maupun yang belum 
   dikenal.
* Tidak beriman kepada Allah orang yang berani mengharamkan pelaksanaan majlis ta`lim.

Jadi, tidak beriman kepada Allah orang yang berani mengharamkan TAHLILAN, karena tahlilan adalah membaca kalimat-kalimat thayyibah yang seluruh komponen isinya adalah kumpulan doa, dzikir, shalawat, shadaqah dan belajar ilmu agama, yang semuanya itu adalah perintah Allah dan Rasul-Nya.

Di sisi lain, Allah berfirman dalam surat Alhasyr/10, yang artinya : Dan orang-orang yang datang (hidup) sesudah mereka (kaum Muhajirin da Anshar), mereka (para tabi`in dan para generasi sesudahnya) berdoa, Wahai Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami (kalangan para shahabat baik yang masih hidup maupun yang telah wafat) yang telah beriman terlebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.

Ayat ini menerangkan bahwa orang yang telah wafat, semisal kalangan para shahabat, dapat mengambil manfaat bacaan doa dan istighfar dari doa orang-orang yang masih hidup baik dari kalangan para tabi`in maupun dari umat Islam dewasa ini.

Bahkan ayat ini adalah bukti kongkrit dan dalil yang nyata, tentang bolehnya membaca istighfar yang diperuntukkan bagi para mayyit yang telah mendahului.

Mendoakan orang lain baik yang masih terikat hubungan kerabat, seperti doa orangtua untuk anaknya, atau doa anak untuk orangtuanya, maupun yang tidak terikat hubungan kerabat, sangatlah dianjurkan oleh Allah, bahkan para Nabi pun selalu mendoakan umatnya, dan tidak membatasi khusus yang masih hidup saja, tetapi untuk seluruh umatnya baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat, baik yang terikat hubungan kerabat maupun orang lain dalam hubungan nasab.

Doa Nabi Nuh AS : Ya Tuhanku, ampunilah aku, ibu bapakku, dan orang-orang yang masuk ke rumahku dengan beriman, serta orang-orang lelaki dan perempuan yang beriman. Janganlah engkau tambahkan bagi orang-orang yang dzalim itu kecuali kebinasaan. (QS. Annuh 28)

Doa Nabi Ibrahim AS : Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku, orang-orang yang tetap mendirikan shalat. Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku. Ya Tuhan kami, ampunilah aku dan kedua orangtuaku, serta seluruh orang-orang mukmin pada hari perhitungan nanti.

Wah, berarti Nabi Nuh AS dan Nabi Ibrahim AS melegalitas tahlilan, karena subtansinya sama, yaitu sama-sama mendoakan orang lain, baik untuk yang masih hidup maupun yang sudah wafat, bahkan yang belum lahir sekalipun, selagi beriman kepada Allah maka akan mendapatkan manfaat dari doanya beliau berdua, `alaihimas salaam.

Demilian juga tujuan umat Islam mengadakan tahlilan, adalah untuk memohonkan ampunan dan mendoakan kebaikan bagi kerabatnya yang telah wafat mendahului mereka, serta membaca doa untuk para hadirin yang masih hidup, dan diamini bersama-sama secara kompak.

Dari Abu Hurairah RA, beliau mendengarkan Nabi SAW bersabda : Jika kalian menyalati mayyit, maka doakanlah mayyit itu dengan penuh ikhlas. (HR. Attirmidzi).

Imam Muslim dalam kitab hadits shahihnya (1618), meriwayatkan dari Sayyidah `Aisyah RA, beliau menceritakan :

Sesungguhnya Rasulullah SAW keluar ke makam Baqi` pada akhir malam di saat giliran menginap di rumahnya. Kemudian Rasulullah SAW mengucapkan : Assalamu `alaikum, semoga keselamatan tetap atas kalian semua, Wahai penghuni tanah makam kaum muslimin, pasti akan datang janji (Allah) untuk kalian sekalipun diakhirkan, dan insyaallah kami akan menyusul kalian semua. Ya Allah, berilah ampunan bagi Ahli Baqi` Algharqad.

Lihatlah Nabi SAW juga mendoakan para mayyit penghuni makam Baqi`, sama dengan umat Islam yang mengadakan tahlilan untuk mendoakan para mayyit yang telah mendahului wafat.

Imam Bukhari pun tak mau kalah meriwayatkan hadits bernomer 2563, tentang pentingnya bershadaqah yang pahalanya dapat dikirimkan untuk mayyit :

Dari Ibnu Abbas RA, ada seorang lelaki bertanya kepada Nabi SAW : Wahai Rasulullah SAW, ibu saya telah meninggal dunia, apakah beliau akan mendapatkan kemanfaatan jika saya bershadaqah untuknya ? Nabi SAW menjawab : Ya ...! Orang itu mengatakan : Saya mempunyai kebun, maka saya mohon kepadamu Wahai Rasulullah, untuk menjadi saksi, bahwa sekarang saya menyadaqahkan kebun ini atas nama ibu saya ...!

Dalam kegiatan Tahlilan juga diajarkan shadaqah makanan kepada para tamu, dan pahalanya diperuntukkan untuk mayyit yang ditahlili.

Sebuah ilustrasi : Ada seorang muslim yang menyembeleh ayam dengan mengucapkan bismillahir rahmanir rahim dan disaksikan oleh seorang ustadz. Setelah ayam dimasak lantas disuguhkan kepada sang ustadz, dan beliaupun ditanya : Apa hukumnya daging ayam yang disuguhkan kepadanya itu?

Sang Ustadz yang terkenal cermat itupun menjawab : Hukumnya sih, bisa halal bisa haram.

Tentu saja si penyembeleh menjadi penasaran atas jawabannya : Kok bisa Ustadz ?

Sang Ustadz menimpali : Jika ayam ini asli hak milikmu, dan tadi saat kamu menyembelehnya sudah sesuai dengan tuntunan syariat, maka hukumnya halal, bahkan halalan thayyiban. Tapi, jika ayam ini adalah hasil curian, maka bagaimanapun caramu menyembeleh, yaa tetap saja haram.

Si penyembelehpun manggut-manggut tanda setuju, dan semakin tahu bagaimana tata cara memberlakukan suatu hukum halal dan haram dalam kehidupan sehari-hari, berkat pelajaran singkat dari sang Ustadz. Alangkah bahagianya si penyembeleh itu mempunyai seorang Ustadz yang begitu arif dan bijak, serta penuh kehati-hatian.

Demikian juga tentunya dalam pelaksanaan Tahlilan, maka hukum Tahlilan bisa menjadi haram, jika dalam pelaksanaannya itu bertentangan dengan syariat Islam, misalnya acara Tahlilannya didahului dengan undian togel, sedangkan suguhan minumannya terdiri dari bir arak yang memabukkan, kemudian doa dan dzikirnya diganti lagu dangdut dan tari jaipong, dan biaya konsumsi suguhannya diambil dari harta warisan si mayyit yang belum dibagikan kepada ahli warisnya. Tentu saja Tahlilan semacam ini hukumnya adalah Bid`ah Dhalalah, yang sangat sesat, haram, haram dan haram yang tidak dapat ditolelir.

Tapi, melaksanakan Tahlilan, kirim pahala untuk si mayyit yang jauh dari kemaksiatan, bahkan penuh dengan nilai ibadah kepada Allah, semisal semua yang dibaca dalam acara Tahlilan mencakup surat Alquran, Shalawat kepada Nabi SAW, bacaan tahlil, tasbih, tahmid, hauqalah, hamdalah, istighfar, shadaqah makanan dengan harta yang halal, karena hak milik sendiri si tuan rumah, lebih-lebih berasal dari shadaqah para sanak famili dan tetangga secara ikhlas, bukan diambil dari harta warisan si mayyit yang belum dibagi kepada ahli warisnya, serta ditutup dengan mengadakan kajian ilmiah majlis ta`lim, maka acara Tahlilan yang sudah ditradisikan oleh warga Ahlus sunnah wal jamaah ini, hukumnya adalah : HALALAN THAYYIBAN, BOLEH, BAIK, BAHKAN SUNNAH, karena bertujuan mengamalkan ayat-ayat suci Alquran dan Hadits-hadits shahih.

Maka, jika ada kaum Wahhabi yang mengharamkan Tahlilan dan menghukuminya sebagai amalan yang Bid`ah Dhalalah dan sesat, itu hanyalah karena `kekuperan` mereka dalam memahami apa subtansi Tahlilan yang sebenarnya, dan yang jelas karena kesempitan dan kedangkalan mereka semata dalam memahami ayat-ayat Alquran dan Hadits-hadits shahih.

Padahal masih banyak dalil-dalil Alquran dan hadits-hadits selain yang tertera di atas. Jika diulas, semuanya menunjukkan dalil kebolehan bahkan kesunnahan umat Islam mengadakan acara Tahlilan untuk mengenang kebaikan para mayyit serta mengirim pahala doa bagi mereka.

Namun karena keterbatasan media, maka cuplikan di atas sudah dianggap cukup mewakili yang lainnya.

Jadi, hakikatnya bukan karena hukum Tahlilan itu termasuk dalam rana khilafiyah antar para ulama salaf. Apalagi menurut Imam Thawus, bahwa kegiatan Tahlilan dan kirim doa kepada mayyit ini sudah diamalkan oleh para shahabat dan diabadikan oleh para tabi`in serta para ulama salaf Ahlus sunnah wal jamaah, bahkan hingga kini lestari di kalangan umat Islam mayoritas. 
 
 


10 komentar:

zahracoach said...

yo sobat, yang setuju bantu share blog ini

anton said...

apakah di jaman Nabi Muhammad dulu juga juga ada acara tahlillan, kayaknya gak ada dech

Anonymous said...

mengapa...tahlilan diadakan pada hari ke 3,7,40,100.1000?mohon dalilnya...,maaf k/ada tetangga kami yg beragama non muslim yg juga mengadakan ritual selamatan kematian spt ini pd hari ke 40 dan 100...syukron.

admin said...

hari hari ini sebenarnya bukan ritul murni dari orang islam, ritual itu diadopsi dari para wali songo lalu dijadikan kebiasaan baik orang-orang islam. Itulah mengapa islam diindonesia benar-benar awet karena semua kegiatannya sudah ada tetapi hanya diganti isinya saja, kalau memang isinya sudah baik justru kegiatan itu bisa menjadi baik juga. Kita sebagai bangsa indonesia justru sebenarnya harus sangat bersyukur dan tidak perlu ikut-ikutan dengan ajaran islam yang keras karena memang negara ini sudah dinas oleh Allah dan sudah ada hadist yang menyebutkannya tentang negara kita Indonesia tetap indonesia jangan diubah-ubah semua kegiatan orang-orang terdahulu harus kita adopsi dan dijadikan kegiatan baik bukan dibuang.

Satu pertanyaan Apakah walisongo adalah seorang Waliyullah???

Semua orang menjawab IA

Apakah mereka masuk SURGA?
Pasti orang menjawab IA?

Lantas apakah kita akan ikut orang-orang yang baru yang belum tentu masuk surga bahkan mereka pun belum mendapatkan Label seorang waliyullah.

Mengikuti kebiasaan Walisongo termasuk mengikuti kebiasaan ahlu surga.

firdaus kamang said...

belum tentu wali songo itu masuk surga itu tergantung dengan amalnya wali songo itu kan manusia biasa bukan nabi bisa saja mereka berbuat salah tapi kebanyak orang terlalu fanatik dengan wali songo kebanyakan dari pulau jawa.

arif said...

Semoga orang yang mengatakan walisongo belum tentu masuk surga orang yang tahu akan hadist dan al qur'an mohon diteliti lagi akan derajat dan tempat para waliyullah agar anda lebih faham akan derajat mereka

CaraMenjadiAgenPulsa said...

Tahlilan boleh saja bahkan baik tapi jangan dilakukan/dikhususkan untuk mayit si fulan pada hari kematiannya yang ke 1,3,7,40.100,1000 dst karena Nabi tidak pernah melakukannya.Tidak ada ayat/hadistnya tentang acara tersebut.

Anonymous said...

gusdur aja di anggap wali sama pendukungnya ..... :)

Anonymous said...

Ente yang kuper. Lagipula ahlus sunnah wal jamaah juga menganggap bahwa tahlilan itu bid'ah dan bid'ah itu adalah sesat. Jamaah Ahlus sunnah mana yang ente maksud... jangan ngarang2 gitu.

ibnu arif said...

Alhamdulillah hanya orang2 yang tak brani nampak yang brani coment tak bernama yang menjelekkan tahlilan

Post a Comment

 
oleh Ahadan blog | Bloggerized by Ahadan | ahdan