4.1.15

DALIL-DALIL SAMPAINYA PAHALA PADA MAYIT HADIAH PAHALA UNTUK MAYIT (Bag. 2)

HADIAH PAHALA UNTUK MAYIT (Bag. 2)

Oleh : Gus ROUF


DALIL-DALIL SAMPAINYA PAHALA PADA MAYIT

Nash shorih Firman Allah subhanahu wa ta’ala :

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (الحشر :10

“ Dan orang-orang yang datang sesudah mereka ( Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa : “ Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami dan janganlah Engkau tanmkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sungguh Engkau Maha Penyantun, Maha Penyayang” (Al Hasyr : 10)

Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud, An-nasa’i dan Ibnu Hibban dan beliau menghukuminya sebagai hadits shohih bahwa Rosululloh shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 

اقرأوا يس على موتاكم

“Bacakanlah Yaasiin bagi mayit-mayit kalian”

Imam Nawawi dalam Al adzkar berkata: para ulama ahli hadits dan ahli fiqh dan yang lain menyatakan bahwa boleh mengamalkan hadits dhoif selama tidak tergolong hadits maudhu’ (palsu) dalam masalah fadhoil a’mal dan targhib dan tarhib. Abuya Sayyid Muhammad Alawi Almaliki menjelaskan bahwa Imam Abu Dawud diam dan tidak mengomentari hadits tersebut, maka hal tersebut menunjukkan bahwa hadits tersebut minimal mencapai derajat hasan lighoirih, maka bisa diamalkan dan bisa menolak pendapat orang-orang yang mengingkari. Lebih-lebih hadits tersebut telah diamalkan para fuqoha’ di segala negeri, sebagaimana dinyatakan oleh Syekh Ibnul qoyyim dalam kitabnya Arruuh. Dan hadits dhoif apabila telah lazim diamalkan maka menjadi kuat dan para ulama’ tidak mengingkari amaliah itu serta tidak menghukuminya sebagai bid’ah dholalah atau melanggar syariat. Maka bisa disimpulkan bahwa hadits tersebut bisa diterima dan diamalkan dalam masalah ini.

 Diriwayatkan dalam Musnad Al-firdaus dari Abu Darda’:

ما من ميت تقرأ عنده يس إلا هون الله عز وجل عليه

“Tiada mayit yang dibacakan Yasin disampingnya kecuali Alloh ta’ala memberi keringanan baginya”

Imam Muhibbuddin At-thobari berkata: yang dimaksud adalah mayit yang telah wafat, adapun pendapat yang mengarahkan hadits tersebut kepada orang yang akan dicabut nyawanya adalah pendapat yang tidak berdasar. Rosululloh shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 

من دخل المقابر فقرأ سورة يس خفف عنهم يومئذ وكان له بعدد من فيها حسنات

“Barangsiapa masuk pekuburan lalu membaca Yasin maka para mayit diberi keringanan pada hari itu dan orang itu diberi pahala sebanyak hitungan para mayit” (HR. Atthobaroni)

 Sabda Rosululloh shallallahu 'alaihi wasallam :

لعله أن يخفف عنهما ما لم ييبسا

“Semoga kedua orang itu siksanya diberikan keringanan selama kedua pelepah kurma itu belum kering” (HR. Albukhori)

Imam Qodhi Iyadh dalam syarh Shohih Muslim berkata: para ulama berdasarkan hadits tersebut menyatakan bahwa membacakan Alqu’an untuk mayyit hukumnya adalah sunnah, karena kedua mayit tersebut diberikan keringanan sebab tasbih yang dibaca kedua pelepah kurma, maka bacaan Alqur’an lebih utama.

Sabda Rosululloh shallallahu 'alaihi wasallam :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ (رواه مسلم

“ Diriwayatkan dari Abi Hurairoh radhiyallahu ‘anhu beliau berkata : sesungguhnya rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : apabila manusia meninggal, akan terputus amalnya kecuali tiga perkara ; Shodaqoh Jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak soleh yang mendoakan orang tuanya”(HR. muslim).

 Sabda Rosululloh shallallahu 'alaihi wasallam :

عن جرير بن عبد الله قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : مَنْ سَنَّ في الإسلامِ سنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أجْرُهَا، وَأجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ، مِنْ غَيرِ أنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورهمْ شَيءٌ، وَمَنْ سَنَّ في الإسْلامِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيهِ وِزْرُهَا ، وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ ، مِنْ غَيرِ أنْ يَنْقُصَ مِنْ أوْزَارِهمْ شَيءٌ ( رواه مسلم

“ Diriwayatkan dari Jarir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu beliau berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : barang siapa yang melakukan sunnah/perilaku yang baik dalam Islam maka ia akan mendapatkan pahalanya ditambah pahala dari orang-orang setelahnya yang mengikuti sunnah/perilaku baik tersebut tanpa mengurangi pahala mereka, dan barang siapa yang melakukan sunnah/perilaku jelek dalam Islam maka ia akan mendapatkan dosanya ditambah dosa dari orang-orang setelahnya yang mengikuti perilaku jelek tersebut tanpa mengurangi dosa mereka ”(HR. Muslim).

Sabda Rosululloh shallallahu 'alaihi wasallam :

عن ابْنُ عَبَّاسٍ : أَنَّ سَعْدَ بْنَ عُبَادَةَ تُوُفِّيَتْ أُمُّهُ ، وَهُوَ غَائِبٌ عَنْهَا ، فَأَتَى النَّبِىَّ ( صلى الله عليه وسلم ) ، فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِنَّ أُمِّى تُوُفِّيَتْ ، وَأَنَا غَائِبٌ عَنْهَا ، فَهَلْ يَنْفَعُهَا شَيْءٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَنْهَا ، قَالَ : نَعَمْ ، قَالَ : فَإِنِّى أُشْهِدُكَ أَنَّ حَائِطِىَ الْمِخْرَافَ صَدَقَةٌ عَلَيْهَا
“ Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu beliau berkata : sesungguhnya ketika ibundanya Sa’ad bin ‘Ubadah meninggal dunia sedang ia tidak menyaksikannya, lalu ia mendatangi Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata : wahai Rasulallah, sesungguhnya ibuku telah meninggal, sedang saya tidak menyaksikannya, apakah bisa bermanfaat jika aku bersedekah untuknya ?, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : ya (bisa bermanfaat). lalu Sa’ad berkata : saya persaksikan dihadapanmu sesungguhnya kebunku yang berbuah saya sedekahkan (yang pahalanya) untuk ibuku ”(HR. Muslim).

Hadits shohih yang diriwayatkan Albukhori dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma bahwa seorang wanita dari suku Juhainah datang kepada Rosululloh shallallahu 'alaihi wasallam dan bertanya: Sesungguhnya ibuku telah bernadzar untuk pergi haji, tetapi dia meninggal sebelum mengerjakan haji itu, apakah boleh saya berhaji untuk menggantikan hajinya ibuku? Rosululloh shallallahu 'alaihi wasallam menjawab:

نعم ، حجى عنها ، أرأيت لو كان على أمك دين أكنت قاضيته ؟ اقضوا الله ، فالله أحق بالوفاء.

“Iya, berhajilah untuk menggantikan hajinya ibumu. Perhatikan, andaikan ibumu mempunyai hutang, apakah engkau membayarnya? Bayarlah (hutangnya) kepada Alloh, karena (hutang) kepada Alloh lebih berhak untuk dilunasi”

Sabda Rosululloh shallallahu 'alaihi wasallam :

عَنْ بُرَيْدَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ بَيْنَا أَنَا جَالِسٌ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ أَتَتْهُ امْرَأَةٌ فَقَالَتْ إِنِّي تَصَدَّقْتُ عَلَى أُمِّي بِجَارِيَةٍ وَإِنَّهَا مَاتَتْ قَالَ فَقَالَ وَجَبَ أَجْرُكِ وَرَدَّهَا عَلَيْكِ الْمِيرَاثُ قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ كَانَ عَلَيْهَا صَوْمُ شَهْرٍ أَفَأَصُومُ عَنْهَا قَالَ صُومِي عَنْهَا قَالَتْ إِنَّهَا لَمْ تَحُجَّ قَطُّ أَفَأَحُجُّ عَنْهَا قَالَ حُجِّي عَنْهَا (رواه مسلم

“ Diriwayatkan dari Buraidah radhiyallahu ‘anhuma beliau berkata : pada suatu ketika, saat kami sedang duduk bersama rasulillah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ada seorang perempuan mendatangi beliau dan berkata : sesungguhnya aku telah bersedekah kepada ibuku budak perempuan (jariyah), lalu ibuku meninggal, buraidah berkata : lalu Rasul bersabda : kamu sudah mendapatkan pahalanya, dan budak tadi kembali menjadi milikmu dengan jalan warisan, perempuan tadi berkata : wahai rasul, sesungguhnya ibuku mempunyai tanggungan puasa sebulan, apakah saya harus mengqodhoi puasanya ? Nabi menjawab : puasalah untuknya, perempuan tadi berkata lagi : sesungguhnya ibuku belum pernah haji sama sekali, apakah bisa aku tunaikan haji untuknya ? Nabi bersabda : tunaikanlah haji untuknya”,
.
Sabda Rosululloh shallallahu 'alaihi wasallam :

عن ابن عباس قال جاء رجلٌ إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال يا رسول الله إن أمي ماتت وعليها صوم شهرٍ أفأقضيه عنها فقال لو كان على أمك دينٌ أكنت قاضيه عنها قال نعم قال فدين الله أحق أن يقضى

“ Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu beliau berkata : ada seorang laki-laki datang kepada Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata : wahai Rasulallah, sesungguhnya ibuku telah meninggal sedang ia punya tanggungan puasa selama satu bulan, apakah harus saya qodhoi ?, kemudian rasulullah balik bertanya : apabila ibumu mempunyai tanggungan hutang apakah akan kamu bayarkan ? ia menjawab : ya, Nabi bersabda : maka, hutang (tanggungan) kepada Allah itu lebih berhak untuk dibayar (ditunaikan). ” (HR. Bukhori).

Sabda Rosululloh shallallahu 'alaihi wasallam :

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ جَاءَتْ امْرَأَةٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّي مَاتَتْ وَعَلَيْهَا صَوْمُ نَذْرٍ أَفَأَصُومُ عَنْهَا قَالَ أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ فَقَضَيْتِيهِ أَكَانَ يُؤَدِّي ذَلِكِ عَنْهَا قَالَتْ نَعَمْ قَالَ فَصُومِي عَنْ أُمِّكِ (رواه البخاري

“ Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma beliau berkata : ada seorang perempuan mendatangi Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata : wahai Rasulallah, sesungguhnya ibuku telah meninggal sedang ia punya tanggungan puasa nadzar, apakah harus saya qodhoi ?, kemudian rasulullah balik bertanya : apabila ibumu mempunyai tanggungan hutang lalu kamu bayarkan, apakah mencukupi untuknya ? ia menjawab : ya, Nabi bersabda : kalau begitu, puasalah untuk (mengqodhoi) ibumu. ” (HR. Bukhori).

Para ulama’ sepakat bahwasanya ketika ada seseorang yang masih hidup mempunyai tanggungan hutang, bisa gugur apabila orang yang menghutangi (ridho) tidak mau menerima hutangnya, meskipun orang yang hutang tersebut masih bisa membayar hutangnya, apalagi hutangnya mayit yang sudah tidak mungkin bisa membayar sendiri lagi, maka dari itu tanggungan orang mati tersebut gugur berdasarkan nas dan ijma’.

Kemudian apabila ibro’ (membebaskan hutang) bisa bermanfa’at bagi mayyit, secara otomatis hal tersebut juga berlaku pada masalah hibah, hadiah dan shodaqoh yang pahalanya ditujukan kepada mayyit, maka dari itu, dalam hal ini, tidak ada perbedaan antara orang yang masih hidup dengan orang yang sudah mati. 

Pahala shodaqoh yang semestinya adalah hak milik orang yang beramal, ketika di niatkan atau di tujukan kepada mayyit, maka hak pahala tersebut akan sampai kepada mayyit, seperti halnya ketika ada orang yang mempunyai hak piutang yang ditanggung oleh mayyit, kemudian orang tersebut mengibro’kan/membebaskan tanggungan si mayyit, maka sahlah ibro’ tersebut sehingga hutangnya menjadi gugur. 

Jadi, Hak yang berupa pahala maupun hak yang berupa piutang pada awalnya keduanya dimiliki oleh seseorang yang masih hidup. kalau hak piutang dapat diberikan maka hak pahala juga dapat diberikan pada yang lain. Manakah ada nash, qiyas atau qoidah syara’ yang membedakan keduanya ?
Sesungguhnya, pahala itu adalah haknya orang yang beramal, namun ketika si ‘amil (yang beramal) memberikan pahalanya kepada orang muslim lainnya maka pahala itu pasti sampai, seperti halnya sahnya hibah yang diberikan seseorang kepada orang lain semasa hidupmya dan juga sahnya ibro’ seseorang yang masih hidup kepada si mayit.

Puasa saja yang bentuk ibadahnya hanya dengan niat dan menahan nafsu dari perkara yang membatalkan puasa, namun, sungguh Allah telah memberikan pahala puasa seseorang yang masih hidup kepada orang yang sudah mati, maka, bagaimana dengan ibadah membaca al-qur’an yang bentuk amaliyahnya dikerjakan dengan amal dan niat, pahalanya tidak bisa sampai pada mayyit ? bahkan membaca Al Qur’an terkadang tidak membutuhkan niat. Hal ini merupakan bukti bahwasannya pahala ibadah yang lain juga bisa sampai kepada mayyit.

Kita tahu, bahwa Ibadah itu dibagi menjadi dua bagian, ibadah maaliyyah (yang berupa harta benda) dan ibadah badaniyyah (yang dilakukan dengan anggota badan). Syari’at islam telah menjelaskan kepada kita bahwasannya bisa sampainya pahala shodaqoh kepada mayit adalah bukti bisa sampainya pahala ibadah maaliyyah lainnya, dan bisa sampainya pahala puasa adalah bukti bisa sampainya pahala ibadah badaniyah yang lain, serta sampainya pahala ibadah haji yang bentuk ibadahnya merupakan gabungan dari ibadah maaliyyah dan ibadah badaniyyah. Ketiga masalah ini sudah ditetapkan dalam nash dan i’tibar (pemahaman).

Masih banyak dalil yang menerangkan tentang sampainya pahala yang dihadiahkan kepada mayit.





0 komentar:

Post a Comment

 
oleh Ahadan blog | Bloggerized by Ahadan | ahdan