Saat merasa tak nyaman, banyak balita mengekspresikan diri dengan menangis dan mengamuk. Tak jarang, kelakuan buah hati membuat orang tua marah dan frustasi.
Sebuah studi membeberkan, amukan dan amarah balita Anda bukan tanpa alasan. Studi yang dipublikasikan dalam jurnal "Emotion," para ilmuwan merekam suara selama balita mengamuk. Mereka menemukan, setiap jenis suara seperti menjerit, berteriak, menangis, merengek, dan rewel memiliki irama akustik dengan fitur berbeda. Mereka juga menemukan adanya pola dan vokalisasi tertentu.
"Menjerit, berteriak dan menendang sering dilakukan bersamaan. Kombinasi menangis, merengek, dan berguling di lantai bertujuan untuk mencari mencari kenyamanan," ujar penulis studi Michael Potegal, seorang profesor pediatrik di Universitas Minnesota.
Frustasi, menurut James A Green merupakan pemicu balita mengamuk. "Sama seperti orang dewasa, anak yang merasa tujuan tak tercapai akan merasa frustasi dan marah."
Penyebab bayi frustasi dan marah bisa karena banyak hal, seperti kelelahan atau rasa sakit. Namun, balita tak punya banyak cara untuk menghadapi situasi ini, seperti anak yang lebih tua. Ada beberapa cara untuk menghadapi balita yang sedang mengamuk, seperti dikutip Shine.
1. Menunggu
Jika anak sedang mengamuk, yang bisa Anda lakukan hanya menunggu hingga puncak kemarahannya berlalu. Mencoba memberi pengertian kepada anak yang kehilangan kontrol tidak banyak membantu.
"Hal terbaik yang bisa dilakukan adalah membawanya ke tempat yang bisa membuatnya tenang tanpa mengganggu orang lain," ujar Michelle Nicholasen, penulis 'I Break for Meltdowns: How to Handle the Most Exasperating Behavior of Your 2- to 5-Year-Old'.
2. Jangan mengancam, membujuk, atau menyuap anak
Orang tua mungkin tak mampu mengendalikan amukan buah hati, tapi Anda bisa mengendalikan reaksi diri sendiri. Menurut Nicholasen, "Orangtua bisa membuat anak makin mengamuk dengan berteriak agar anak berhenti, atau dengan mengancam mereka," katanya.
Alih-alih bertanya alasan amukan kepada balita 2-3 tahun, sadari saja balita Anda sedang kesal. "Balita yang sedang marah takkan mampu mendengar alasan, bujukan atau peringatan sampai mereka yakin kita memahami dan menghormati pesan mereka," ucap Dr Harvey Karp, penulis 'The Happiest Toddler on the Block.'
3. Menawarkan kenyamanan
Begitu anak melewati puncak kemarahan, mereka lebih bersedia untuk dihibur dan ditenangkan.
4. Cari humor dalam situasi ini
Banyak orangtua akhirnya frustrasi dan marah saat anak mengamuk. Namun Green menekankan, sebuah amukan masih terbilang normal hingga titik tertentu. "Ini juga akan berlalu," katanya. Dia melanjutkan, "Tantrum adalah peristiwa dalam perkembangan anak dan biasanya menurun setelah usia 4."
Sambil menunggu anak melalui amarahnya, sebuah lelucon bisa membantu orang tua. "Bayangkan Anda bertingkah seperti anak Anda. Pasti akan sulit untuk tidak tersenyum," kata Nicholasen.
5. Jangan menganggapnya kegagalan
Orangtua pasti dinilai buruk saat anak berperilaku tak menyenangkan di depan umum. Yang terpikir oleh orang tua adalah mereka telah mengajar sopan santun tetapi anak tetap nakal. Orang tua juga kerap menyalahkan diri mengapa anak melakukannya.
Sebuah studi membeberkan, amukan dan amarah balita Anda bukan tanpa alasan. Studi yang dipublikasikan dalam jurnal "Emotion," para ilmuwan merekam suara selama balita mengamuk. Mereka menemukan, setiap jenis suara seperti menjerit, berteriak, menangis, merengek, dan rewel memiliki irama akustik dengan fitur berbeda. Mereka juga menemukan adanya pola dan vokalisasi tertentu.
"Menjerit, berteriak dan menendang sering dilakukan bersamaan. Kombinasi menangis, merengek, dan berguling di lantai bertujuan untuk mencari mencari kenyamanan," ujar penulis studi Michael Potegal, seorang profesor pediatrik di Universitas Minnesota.
Frustasi, menurut James A Green merupakan pemicu balita mengamuk. "Sama seperti orang dewasa, anak yang merasa tujuan tak tercapai akan merasa frustasi dan marah."
Penyebab bayi frustasi dan marah bisa karena banyak hal, seperti kelelahan atau rasa sakit. Namun, balita tak punya banyak cara untuk menghadapi situasi ini, seperti anak yang lebih tua. Ada beberapa cara untuk menghadapi balita yang sedang mengamuk, seperti dikutip Shine.
1. Menunggu
Jika anak sedang mengamuk, yang bisa Anda lakukan hanya menunggu hingga puncak kemarahannya berlalu. Mencoba memberi pengertian kepada anak yang kehilangan kontrol tidak banyak membantu.
"Hal terbaik yang bisa dilakukan adalah membawanya ke tempat yang bisa membuatnya tenang tanpa mengganggu orang lain," ujar Michelle Nicholasen, penulis 'I Break for Meltdowns: How to Handle the Most Exasperating Behavior of Your 2- to 5-Year-Old'.
2. Jangan mengancam, membujuk, atau menyuap anak
Orang tua mungkin tak mampu mengendalikan amukan buah hati, tapi Anda bisa mengendalikan reaksi diri sendiri. Menurut Nicholasen, "Orangtua bisa membuat anak makin mengamuk dengan berteriak agar anak berhenti, atau dengan mengancam mereka," katanya.
Alih-alih bertanya alasan amukan kepada balita 2-3 tahun, sadari saja balita Anda sedang kesal. "Balita yang sedang marah takkan mampu mendengar alasan, bujukan atau peringatan sampai mereka yakin kita memahami dan menghormati pesan mereka," ucap Dr Harvey Karp, penulis 'The Happiest Toddler on the Block.'
3. Menawarkan kenyamanan
Begitu anak melewati puncak kemarahan, mereka lebih bersedia untuk dihibur dan ditenangkan.
4. Cari humor dalam situasi ini
Banyak orangtua akhirnya frustrasi dan marah saat anak mengamuk. Namun Green menekankan, sebuah amukan masih terbilang normal hingga titik tertentu. "Ini juga akan berlalu," katanya. Dia melanjutkan, "Tantrum adalah peristiwa dalam perkembangan anak dan biasanya menurun setelah usia 4."
Sambil menunggu anak melalui amarahnya, sebuah lelucon bisa membantu orang tua. "Bayangkan Anda bertingkah seperti anak Anda. Pasti akan sulit untuk tidak tersenyum," kata Nicholasen.
5. Jangan menganggapnya kegagalan
Orangtua pasti dinilai buruk saat anak berperilaku tak menyenangkan di depan umum. Yang terpikir oleh orang tua adalah mereka telah mengajar sopan santun tetapi anak tetap nakal. Orang tua juga kerap menyalahkan diri mengapa anak melakukannya.
0 komentar:
Post a Comment