Perkembangan peradaban Islam dari masa kemasa semakin mengalami kemunduran.Terbukti regenerasi yang terus saja berkurang daya serapnya memikat para pemuda yang memang tanggung jawab masa depan agama dipikul bebankan kepadanya.Dan hal ini sudah manjadi suatu keniscayaan yang tak mungkin terbantah karena Rosululloh sendiri sudah mengisyaratkan dalam sebuah haditsnya
خير كم قرني ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم " الحديث
أوكما قال"
“Sebaik-baik engkau adalah masa kurun ku (para sahabat) kemudian generasi
seterusnya, kemudian generasi seterusnya”
Walaupun ada sebagian ulama
yang menganggap dhoif hadits ini, akan tetapi esensi hadist tersebut banyak
bertebaran pada ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits nabawi.
Terkadang sejarah bisa
memunculkan semangat yang padam dan menggairahkan antusiasme yang terpendam.
Untuk itu mari kita tengok kembali sekilas
pendahulu-pendahulu kita sebelumnya. Dulu pada abad 6 H ada ِ Abu Hamid al-Ghozali yang sudah mampu mengcounter pemikiran-pemikiran sesat filsafat barat yang nasabnya mengikuti filosofis Aristoteles,
Plato dan para pemikir lainnya. Ada lagi pada awal abad 8 H / 14 M muncul ulama dari Tunisia
yang hijrah ke Mesir. Beliau adalah Ibnu
Khaldun yang terkenal dengan bapak ilmu sosial dunia, ahli politik dan ekonomi,
karena pemikiran-pemikirannya tentang ekonomi yang logis dan realistis. Teori-teori
besarnya tentang ekonomi muncul jauh
sebelum adanya teori-teori Adam Smith (1723-1790 M) dan teori David Ricardo
(1772-1823 M). Tak heran dengan kecemerlangan pemikiran beliau menjadikan
teori-teorinya sebagai rujukan cendekiawan-cendikiawan timur dan barat, baik dari
kaum muslim sendiri maupun kaum non muslim. Juga ada Ibnu Rusyd (Averos) dengan
filsafat-filsafat positifnya , Ibnu Sina (Avecina) dengan ilmu medisnya, al-Jabar
dengan ilmu pastinya. Dan masih banyak lagi bukti-bukti sejarah yang
membuktikan begitu dahsyatnya intelektual para pendahulu-pendahulu Islam.
Sekarang coba kita
bandingkan dengan peradaban bumi pertiwi kita,budaya ala Jawa. Kalau pada
kurun-kurun masa lampau cendekiawan-cendekiawan muslim kita sibuk dengan
mahakarya ilmiahnya, nenek moyang kita dijawa malah sibuk dengan hal-hal yang katrok,
ndeso, kolot dan konservatif. Seperti ngumbah keris, ngisik-ngisik
candi dan jadi gedibal-gedibal raja-raja jawa yang durhaka.
Bayangkan, betapa jauhnya peradaban Jawa dibandingkan peradaban Islam.
Dan ironisnya, sekarang rata-rata umat muslim di Indonesia, hati dan
akalnya sudah dikaburkan oleh logika-logika sesat para orientalis barat.
Bahkan kemurnian ajaran islam pun kini sudah banyak yang terinfeksi virus
liberalisme,sekulerisme dan pluralisme. Sehingga melupakan sejarah, akidah dan
prinsip-prinsip pendahulu Islam kita. Dalam hal ini Nabi Saw mewanti-wanti
kita:
إن في البيان لسحر " الحديث أوكما قال"
“Bahwa
pada penjelasan terdapat tipuan-tipuan logika”
Banyak diantara kita itu merasa lebih bangga jika paradigma pemikiran bermuara kepakar-pakar filosof
barat, figur-figur liberal yang mendahulukan konsep kebebasan
berpikir tanpa batas ketimbang mengambil dan merujuk dari ayat-ayat al-Qur’an,
Hadist-hadist nabi, dan Maqolah-Maqolah para ulama’.Ketika mereka mendengar uraian-uraian yang berbau salaf, dengan
sangat tergesa-gesa mereka menutup rapat-rapat telinganya. Seolah-olah seperti
mendengar sesuatu yang paling jorok dan menjijikkan. Mereka menganggap idiologi
salaf sebagai hal yang sudah basi,
kadaluarsa,ketinggalan zaman dan tidak relevan lagi. Mereka menganggap kaum
sarungan (seperti kita) sebagai barang-barang antik yang sudah layak masuk
museum. Kebencian mereka ini, sudah pernah disinggung Al-ghozali dengan
Syair-Syairnya:
ولست ترى عيبا لذي الود
والإخا ولا بعض مافيه إدا كنت راضيا
وعين الرضا عن كل عيب
كليلة ولكن
عين السخط تبدي المساويا
“Engkau tidak akan melihat aib pada
orang yang engkau cintai, dan sedikitpun tidak akan kau temui ketika
memandangnya dengan rasa ridho”
“Pandangan ridho akan menutupi aib-aib yang ada dengan sendirinya,
sedangkan pandangan sinis akan menampakkan kejelekan-kejelekannya saja”
Mereka sudah buta
akan kebenaran,karena rasa cinta terhadap dunia yang membabi buta tanpa
terlebih dahulu berpikir jernih. Sehingga pemikiran mereka berimbas pada konsep
pendidikan. Secara umum masyarakat saat ini beranggapan, pendidikan yang lebih
diprioritaskan itu yang riil\nyata, yang manfaatnya langsung terasa dan sesuai
dengan realita yaitu mencakup segi materialistik. Dalam hal ini tentunya harta
dan tahta yang menjadi tolak ukur keberhasilan mereka,akhirnya mayoritas muslim
saat ini mengesampingkan pondok pesantren salaf karena ia nilai sebagai lembaga
pendidikan yang tak jelas masa depannya. aneh nya mereka bangga dibilang sebagai muslim
akan tetapi gengsi mempelajari tentang keislaman.
Bahwasanya ini terjadi dimasyarakat kita karena kurangnya
pemahaman kita terhadap Islam secara kaffah / keseluruhan, kurang
memahami terhadap nash-nash al-Quran, hadist dan pemikiran-pemikiran ulama yang
menurut orang berakal tidak diragukan lagi kredibilitas ilmiahnya. Sehingga
tidak mampu menangkap pemahaman yang ekplisit (منطوق)terlebih yang implisit ((مفهوم), pemahaman yang tidak cukup direnungkan
dalam satu atau dua hari, atau bahkan mungkin bertahun-tahun sehingga tidak
ceroboh lekas-lekas terburu nafsu untuk menyimpulkannya dengan kesimpulan yang
kerdil dan salah. Karena tidak mampu
mengaplikasikan ajaran-ajaran Islam dengan dunia nyata dan kebiasaan-kebiasaan setiap
hari yang akhirnya menganggap sebagai ajaran yang basi, kuno, dan ajaran yang
mengganggu kemajuan umat manusia sebagai makhluk globalisasi.
sekarang kondisi masyarakat kita sudah terlanjur seperti itu ,lalu bagaimana sikap kita sebagai santri yang mana satu-satu nya sebagai pemegang tongkat estafet ulama salaf . seharusnya kita sadar dengan kebodohan dan keterbatasan kita, bahwa tingkat kecerdasan berfikir kita dengan pendahulu-pendahulu kita sangatlah jauh tertinggal. Karena banyaknya pengaruh-pengaruh baik dalam dinamika internal maupun eksternal yang menganggu konsentrasi berfikir, contoh kecil saja pengaruh media baik TV, radio, Hp ,Koran dan lain-lain. Sudah barang tentu ini mempengaruhi daya berfikir ketika yang melihat membaca dan mendengar orang-orang yang tidak berilmu, belum lagi gesekan-gesekan pergaulan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan apa yang dicelotehkan filosof terkemuka Dell Carnage “Kecerdasan dan kejernihan berfikir seseorang diprioritaskan sebatas mana ia pandai berkonsentrasi” .
sekarang kondisi masyarakat kita sudah terlanjur seperti itu ,lalu bagaimana sikap kita sebagai santri yang mana satu-satu nya sebagai pemegang tongkat estafet ulama salaf . seharusnya kita sadar dengan kebodohan dan keterbatasan kita, bahwa tingkat kecerdasan berfikir kita dengan pendahulu-pendahulu kita sangatlah jauh tertinggal. Karena banyaknya pengaruh-pengaruh baik dalam dinamika internal maupun eksternal yang menganggu konsentrasi berfikir, contoh kecil saja pengaruh media baik TV, radio, Hp ,Koran dan lain-lain. Sudah barang tentu ini mempengaruhi daya berfikir ketika yang melihat membaca dan mendengar orang-orang yang tidak berilmu, belum lagi gesekan-gesekan pergaulan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan apa yang dicelotehkan filosof terkemuka Dell Carnage “Kecerdasan dan kejernihan berfikir seseorang diprioritaskan sebatas mana ia pandai berkonsentrasi” .
Maka secara matematis manusia semakin lama semakin sulit berfikir sehat
karena sangat banyaknya pengaruh-pengaruh yang ada.
Maka sangat tidak tepat apabila lembaga-lembaga agama
khususnya pesatren-pesantren terlalu disibukkan dengan hal-hal yang bersifat
ekstra kurikuler yang tentunya akan mengorbankan nilai-nilai salafiah karena
manusia semakin lama semakin rendah daya berfikirnya. Dengan alasan kemajuan
zaman mereka melakukan hal tersebut yang sebenarnya justru kemerosotan. Penulis
lebih condong pada pemikiran Syaikh Najih MZ. Yang mengatakan kaidah :
المحافظة على
القديم الصا لح والأخذ بالجديد الأ صلح
Menurut
beliau yang tepat untuk zaman seperti ini :
المحافظة على
القديم الأ صلح والأخذ بالجديد الصا لح
Jangan diartikan bahwa kita sebagai santri tidak
tepat mempelajari ilmu-ilmu kekinian, justru sebaliknya kita harus memahami
hal-hal tersebut karena agar mampu membawa ajaran salaf sebagai ajaran way
of life. Akan tetapi untuk mencari menu tambahan tersebut
ada fase-fase tertentu, ketika basic-basic \dasar-dasar Islam sudah tertanam
dalam hati yang paling dalam ,sehingga merasa hanya Islamlah yang membawa
kebenaran yang absolute. Maka disinilah saat santri perlu memahami
pemikiran-pemikiran yang bersifat kontemporer.
Memahami dinamika
ilmiah luar bukan untuk kita jadikan prinsip akan tetapi untuk memahami
trik-trik musuh-musuh Islam, yang akhirnya untuk mempertahankan Islam juga.
Hal ini jauh-jauh hari sudah diingatkan oleh rosululloh
SAW ketika beliau menyuruh Zaid bin
Tsabit memahami kitab-kitab Yahudi, dan beliau menyuruh Dihyah Alkalbi (yang
pada waktu itu menjadi diplomat Islam untuk dikirim ke Negara-negara dalam
rangka dakwah) untuk mempelajari bahasa
bangsa lain. Sehingga muncullah hadist :
من عرف لغة قوم أمن من مكرهم
" الحديث أوكما قال"
“Barangsiapa yang faham bahasa suatu kaum maka ia aman dari tipu
dayanya”
Semua ini tak lain
adalah dengan tujuan nasyrul ‘ilmi wad Din bukan untuk dijadikan pedoman.
Sekali lagi, apabila
lembaga pesantren disibukan oleh pogram-progam yang bersifat extra atau
tambahan,yaitu hal-hal yang tidak bersentuhan dengan kitab-kitab salaf sangatlah
tidak tepat.
Sudah tak dapat di pungkiri lagi bahwa mayoritas santri daya berfikir,
semangat dan istiqomahnya sangat beda dengan santri dahulu (semakin melemah)
yaitu karena pengaruh-pengaruh yang ada. Sedangkan hal tersebut (extra)
bersifat tambahan atau dalam qoidah Fiqh
dapat diistilahkan jalbul masolih,
dan mempertahankan ideologi salaf adalah hal yang bersifat fital dan
prinsipil (dar’ul mafasid) maka dengan dasar qoidah: درءالمفا سد مقدم على جلب المصا لح pelajaran salaf dalam Ponpes tidak
dapat berjalan bersama dengan pelajaran umum, karena mengorbankan nilai-nilai
salaf. Dan juga program-program tersebut bersifat kemaslahatan secara umum maka sangatlah tidak tepat diterapkan karena
melihat kondisi mayoritas santri
jauh dari standard.
Kalau kita kaji hanya secara teori
saja, memang seolah-olah ada benarnya tujuan ponpes-panpes di zaman sekarang
yang menerapkan kedua-duanya (salaf dan umum) yaitu dengan tujuan agar menjadi
santri yang multidimensi (serba bisa)
dan santri yang dapat berjalan seiring dengan perkembangan zaman. Memang benar
bahwa santri yang ideal adalah santri yang
berjiwa salaf , beraqidah salaf dan mumpuni didalam bidang-bidang yang
bersifat kekinian karena hal ini sebagai sarana dakwah. Akan tetapi penulis yaqin
‘ainulyaqin selamanya ini hanyalah
sekedar teori yang tidak akan pernah terealisasi, sebab plening ini sangatlah
tidak singkron atau imbang dengan obyek yang ada (plening=program,
obyek=kemampuan santri), terlalu tinggi plening tersebut untuk sebuah obyek
yang sekarang sedang menglami dekadensi dan degradasi. Program tersebut
hanyalah cocok diterapkan pada segelintir orang saja yang kemampuan dan IQnya diatas rata-rata.
Maka jangan heran apabila
generasi-generasi Islam sekarang kurang memenuhi standard intelektual, dan
sangat logis sekali apabila sekarang banyak bermunculan pemikir-pemikir baru
yang Liberal baik dari kalangan pesantren maupun universitas Islam. Dan
lagi-lagi hal ini terjadi karena dasar-dasar Islam belum terpenuhi terburu-buru
mengadopsi ilmu pengetahuan modern yang kebanyakan mendiskriditkan ideologi-ideologi
salaf. Prof . Dr. H. Roemrowi (guru besar fakultas filsafat IAIN Sunan Ampel
Surabaya yang getol mengcounter pemikiran-pemikiran
Liberal) pernah berkomentar dalam majalah Islam “Hidayatullah” :”kebanyakan
mahasiswa-mahasiswa IAIN Sunan Ampel baik berlatar belakang dari pesantren
maupun pendidikan umum yang pola fikirnya Liberal disebabkan karena tidak memahami
dasar-dasar Islam, kemudian terburu-buru memahami pemikiran-pemikiran yang
beranekaragam jenisnya” Mereka kira itu
sebagai kemajuan tapi sebenar nya justru membunuh karakter nya sendiri sebagai
muslim yang benar-benar muslim.
Imam Busyiri menembangkan dalam
burdahnya :
كم حسنت لذة للمرء قا تلة *** من حيث لم يدر أن السم فى الدسم
“Banyak sekali keindahan-keindahan, kenikmatan-kenikmatan yang
ternyata justru sebagai racun pembunuh. Sekiranya seseorang tidak tahu bahwa
didalam minyak masak terselip racun pembunuh”
Dan coba kita lihat
berapa banyak pesantren-pesantren yang memasukkan kurikulum umum apakah fakta
yang terjadi disana pemahaman Islam mengalami kemajuan atau justru kemunduran
yang signifikan. Ternyata tidak ada satupun pesatren yang sukses membawa
kedua-duanya ( Salaf dan umum ) sampai pada titik yang diharapkan, kalaupun ada
satu atau dua santri yang berhasil ini hanyalah permasalahan juziyyah
tidak cukup untuk dibuat dasar pedoman.
Kalau kita sebagai
pengikut imam syafii mestinya sadar bahwa Istiqro’ ini sudah cukup
dijadikan hujjjah.
Yaaaaach…………
Ini terjadi tak lain adalah ulah
orientalis-orientalis yang mencoba menerobos semua lapisan yang menjadi
rifalnya, kemudian menebarkan virus-virus pendangkalan aqidah. Yang ternyata
mayoritas dari golongan kita justru menyambutnya dengan muka tersenyum dan
tangan terbuka.
maka kita sebagai santri Al Anwar
dan Siswa Muhadoroh seharusnya berbangga
diri karena Masih terjaga
budaya-budaya kesalafannya .,jangan terpengaruh oleh stigma-stigma atau
anggapan
Anggapan yang miring
yg beredar di masyarakat terhadap Pesantren karena otak mereka sudah sulit
berfikir waras . Pendahulu-pendahulu kita sudah memberikan uswah yg sangat
layak untuk kita ikuti, dan juga kiai-kiai kita adalah seorang figure yang
dimana Emosi, Spiritual dan Intelektual dapat berjalan seirama, maka sudah selayaknya
prinsip-prinsip hidup beliau untuk kita jadikan pedoman hidup,kiai bukan lah
presiden yang mengingatkan para mentri nya harus pada forum yang resmi atau kertas
yang di iringi tanda tanganya,beliau para kiai kita mengingatkan kita hanya
cukup dengan dawoh-dawoh nya dalam majlis-majlis taklim ,tinggal bagai
mana respon kita,jangan samakan kiai dengan presiden.
Semua
ini sudah barang tentu tak lepas dari kodrat
Yang Maha Esa, bahwa perubahan-perubahan dari masa ke masa adalah
sebagai tanda kekuasaan Nya, dan sebagai Ayat-ayat kauniyyah yang
mengingatkan kita untuk kembali padanya SWT dan kembali kepada prinsip-prinsip kekasih
Nya(ulama salaf). Manusia hanya bisa berusaha dan berbicara, Tuhanlah yang
mempunyai keputusan, tinggal bagaimana kita bersikap ketika dihadapkan pada
zaman yang mana ilmu-ilmu agama sudah sangat tampak sekali semakin hari semakin
punah.
Allah barfirman QS
Annur 63
فليحذر الذين يخالفون
عن أمره أن تصيبهم فتنة أو يصيبهم عذاب أليم
Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya (MUHAMMAD) takut
akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.
0 komentar:
Post a Comment